Jual Beli Saham, Adakah Dalam Islam?
Perkembangan metode hidup umat manusia pada zaman
sekarang telah membawa berbagai model perniagaan dan usaha, dan di antara model
perniagaan yang telah memasyarakat ialah jual beli saham. Dan sebagaimana yang
telah diuraikan sebelumnya, bahwa hukum asal setiap perniagaan ialah halal dan
dibolehkan, maka hukum asal inipun berlaku pada permasalahan yang sedang
menjadi topik pembahasan kita ini, yaitu jual beli saham. Hanya saja pada
praktiknya, terdapat banyak hal yang harus diperhatikan oleh orang yang hendak
memperjualbelikan saham suatu perusahaan.
Berikut, saya ringkaskan berbagai persyaratan yang telah dijelaskan oleh para ulama bagi orang yang hendak memperjualbelikan saham suatu perusahaan:
Berikut, saya ringkaskan berbagai persyaratan yang telah dijelaskan oleh para ulama bagi orang yang hendak memperjualbelikan saham suatu perusahaan:
1. Perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut adalah
perusahaan yang telah beroperasi, baik perusahaan yang bergerak dalam bidang
produksi, atau jasa atau penambangan atau lainnya. Saham perusahaan semacam ini
boleh diperjualbelikan dengan harga yang disepakati antara kedua belah pihak,
baik dengan harga yang sama dengan nilai saham yang tertera pada surat saham
atau lebih sedikit atau lebih banyak.
Adapun perusahaan yang sedang dirintis, sehingga
perusahaan tersebut belum beroprasi, dan kekayaannya masih dalam wujud dana
(uang) yang tersimpan, maka sahamnya tidak boleh diperjualbelikan, kecuali
dengan harga yang sama dengan nilai yang tertera pada surat saham tersebut dan
dengan pembayaran dilakukan dengan cara kontan. Hal ini dikarenakan, setiap
surat saham perusahaan jenis ini mewakili sejumlah uang modal yang masih
tersimpan, dan bukan aset. Sehingga bila diperjualbelikan lebih mahal dari
nilai yang tertera pada surat saham, berati telah terjadi praktek riba.
2. Perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut
bergerak dalam usaha yang dihalalkan oleh syariat, dan tidak menjalankan usaha
haram walau hanya sebagian kecil dari kegiatan perusahaan. Sebab, pemilik saham
-seberapapun besarnya- adalah pemilik perusahaan tersebut, sehingga ia ikut
bertanggung jawab atas setiap usaha yang dijalankan oleh perusahan tersebut.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ
وَالْعُدْوَانِ. المائدة: 2
“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.” (Qs.
al-Maidah: 2)
3. Perusahaan tersebut tidak melakukan praktik riba,
baik dalam cara pembiayaan atau penyimpanan kekayaannya atau lainnya. Bila
suatu perusahaan dalam pembiayaan, atau penyimpanan kekayaannya dengan riba,
maka tidak dibenarkan bagi seorang muslim untuk membeli saham perusahaan
tersebut. Walaupun kekayaan dan keuntungan perusahaan tersebut diperoleh dari
usaha yang halal, akan tetapi telah dicampuri oleh riba yang ia peroleh dari
metode pembiayaan atau penyimpanan tersebut.
Sebagai contoh, misalnya suatu perusahaan yang
bergerak dalam bidang produksi perabotan rumah tangga, akan tetapi kekayaan
perusahaan tersebut ditabungkan di bank atau modalnya diperoleh dari berhutang
kepada bank dengan bunga tertentu, menjual sebagian saham perusahaannya, maka
tidak dibenarkan bagi seorang muslim untuk membeli saham perusahaan tersebut.
Hal ini selaras dengan kaidah dalam ilmu fiqih,
إذا اجتمع الحلال والحرام، غُلِّب
الحرام
“Bila tercampur antara hal yang halal dengan hal yang
haram, maka lebih dikuatkan yang haram.” (Al-Mantsur Fi al-Qawa’id oleh Az Zarkasyi,
1/50 dan Al-Asybah wa an-Nazhoir oleh Jalaluddin As Suyuthy, 105).
Berikut beberapa fatwa Komite Tetap untuk Riset
Ilmiyyah dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia dan Badan Fiqih Islam di bawah
Organisasi Rabithah Alam Islami tentang hukum jual beli saham:
Pertanyaan:
Apa hukum syariat yang lurus ini tentang jual beli
saham perusahaan, misalnya perusahaan angkutan umum, perusahaan semen Qasim,
perusahaan ikan As-Saudiah dan perusahaan-perusahaan lainnya yang telah dibuka
oleh negara guna kemanfaatan bangsa dan rakyat? Dan apa hukumnya
memperjualbelikan saham-saham tersebut secara kontan? Dan bila dibolehkan, maka
apa hukumnya memperjualbelikannya dengan cara kredit, misalnya seseorang ingin
membeli seribu (1.000) lembar saham dengan harga SR 160.000,- (seratus enam
puluh ribu reyal), dan ia membayar SR 100.000,- secara kontan, sedangkan sisanya,
yaitu SR 60.000,- (enam puluh ribu reyal) akan dibayar dengan cicilan setiap
bulan, selama satu tahun, apakah transaksi ini dibolehkan?
Jawaban:
Bila saham-saham tersebut tidak mewakili uang tunai,
baik secara keseluruhan atau kebanyakannya, akan tetapi mewakili aset berupa
tanah, atau kendaraan atau properti dan yang serupa, dan aset tersebut telah
diketahui oleh masing-masing penjual dan pembeli, maka boleh untuk
memperjualbelikannya, baik dengan pembayaran kontan atau dihutang dengan sekali
pembayaran atau dicicil dalam beberapa pembayaran, hal ini berdasarkan keumuman
dalil-dalil yang membolehkan jual beli.
Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam
senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya (Majmu’
Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah 13/321, fatwa no. 5149).
Pertanyaan:
Tidak asing lagi bagi Anda, bahwa umat Islam pada masa
sekarang ini telah banyak tergoda oleh harta kekayaan, terutama di negeri ini
-semoga Allah senantiasa menjaganya dari segala petaka- dimana perusahaan-perusahaan
umum/publik yang menjual sahamnya telah banyak. Demikian juga, orang yang ikut
andil menanamkan modal padanya banyak pula. Dan kebanyakan mereka tidak
mengetahui, apakah menanamkan modal padanya haram atau halal. Oleh karenanya,
kami mohon fatwa dari Anda, semoga Allah membalas kebaikan Anda. Sedikit
memberikan info, bahwa perusahaan-perusahaan ini ada yang bergerak dalam bidang
produksi, layanan umum, perniagaan, misalnya: perusahaan transportasi, atau
perusahaan semen dan lainnya. Akan tetapi, perusahaan-perusahaan tersebut
menyimpan hasil keuntungannya di bank-bank, dan mereka mendapatkan bunga
darinya, dan bunga tersebut dianggap sebagai bagian dari keuntungan, yang
kemudian pada gilirannya mereka membaginya kepada para nasabah (pemilik saham).
Kami mengalami kebingungan dalam hal ini, karenanya kami mengharapkan fatwa
dari Anda. Semoga Allah membalas jasa Anda dengan kebaikan.
Jawaban:
Pertama: Menabungkan uang di bank dengan bunga adalah haram
hukumnya.
Kedua: Perusahaan-perusahaan yang menabungkan uangnya di bank
dengan bunga, tidak dibolehkan bagi orang yang mengetahuinya untuk ikut andil
menanam saham padanya.
Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam
senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya (Majmu’
Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah, 13/409, fatwa no. 7074).
Pertanyaan:
Apakah boleh ikut serta menanam modal pada
perusahaan-perusahaan dan badan usaha yang menjual sahamnya secara terbuka ke
masyarakat, sedangkan kami merasa curiga bahwa perusahaan-perusahaan atau badan
usaha-badan usaha tersebut melakukan praktik riba dalam berbagai transaksinya,
sedangkan kami belum mampu untuk membuktikannya? Perlu diketahui, bahwa kami
juga tidak mampu untuk membuktikannya, kami hanya mendengar hal itu dari
pembicaraan orang lain.
Jawaban:
Perusahaan atau badan usaha yang tidak menjalankan
praktik riba, tidak juga hal haram lainnya, boleh untuk ikut serta menanamkan
saham padanya. Adapun perusahaan yang menjalankan praktik riba atau suatu transaksi
haram lainnya, maka haram untuk ikut andil menanam saham padanya. Dan bila
seorang muslim meragukan perihal suatu perusahaan, maka yang lebih selamat
ialah dengan tidak ikut menanam saham padanya, sebagai penerapan terhadap
hadits berikut,
دع ما يريبك إلى ما لا يريبك
“Tinggalkanlah suatu yang meragukanmu menuju kepada
hal yang tidak meragukanmu.” (Hadits shahih riwayat Imam Ahmad, An-Nasa’i,
At-Tirmidzy, dan lain-lain).
Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hadits lainnya,
Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hadits lainnya,
من اتقى الشُّبهات فقد استبرأ لدينه
وعرضه
“Barang siapa menghindari syubhat, berarti ia telah
menjaga agama dan kehormatannya.” (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam
senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya (Majmu’
Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah 14/310, fatwa no. 6823).
Pertanyaan:
Apa hukumnya menanam saham di perusahaan dan bank? Dan
apakah boleh bagi seorang penanam modal pada suatu perusahaan atau bank untuk
menjual saham miliknya seusai ia menanamkannya di kantor-kantor penjualan dan
pembelian saham, yang amat dimungkinkan harga jualnya melebihi harga saham pada
saat ia menanamkannya? Dan apa hukum keuntungan yang didapat oleh pemegang
saham pada setiap tahun dari keseluruhan saham yang ia miliki?
Jawaban:
Menanamkan modal di bank atau perusahaan yang
bertransaksi dengan cara riba tidak boleh, dan bila penanam modal hendak
melepaskan dirinya dari keikutsertaannya dalam perusahaan riba tersebut, maka
hendaknya ia melelang sahamnya dengan harga yang berlaku di pasar modal,
kemudian dari hasil penjualannya ia hanya mengambil modal asalnya, sedangkan
sisanya ia infakkan di berbagai jalan kebaikan. Tidak halal baginya untuk
mengambil sedikitpun dari bunga atau keuntungan sahamnya.
Adapun menanamkan modal di perusahaan yang tidak
menjalankan transaksi riba, maka keuntungan yang ia peroleh adalah halal.
Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam
senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya (Majmu’
Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah, 13/508, fatwa no. 8996).
Fatwa al-Majma’ al-Fiqhy al-Islamy (Badan Fiqih Islam) di bawah
Organisasi Rabithah Alam Islami.
Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam
semoga terlimpahkan kepada Nabi yang tiada nabi setelahnya, yaitu pemimpin kita
sekaligus nabi kita Muhammad, dan kepada keluarga, dan sahabatnya.
Amma ba’du:
Sesungguhnya anggota rapat Al-Majma’ al-Fiqhy di bawah
Rabithah Alam Islami pada rapatnya ke-14, yang diadakan di kota Makah
al-Mukarramah, dan dimulai dari hari Sabtu tanggal 20 Sya’ban 1415 H yang
bertepatan dengan tanggal 21 Januari 1995 M, telah membahas permasalahan ini
(jual beli saham perusahaan-pen) dan kemudian menghasilkan keputusan berikut:
- Karena hukum dasar dalam perniagaan adalam halal dan mubah, maka mendirikan suatu perusahaan publik yang bertujuan dan bergerak dalam hal yang mubah adalah dibolehkan menurut syariat.
- Tidak diperselisihkan akan keharaman ikut serta menanam saham pada perusahaan-perusahaan yang tujuan utamanya diharamkan, misalnya bergerak dalam transaksi riba, atau memproduksi barang-barang haram, atau memperdagangkannya.
- Tidak dibolehkan bagi seorang muslim untuk membeli saham perusahaan atau badan usaha yang pada sebagian usahanya menjalankan praktik riba, sedangkan ia (pembeli) mengetahui akan hal itu.
- Bila ada seseorang yang terlanjur membeli saham suatu perusahaan, sedangkan ia tidak mengetahui bahwa perusahaan tersebut menjalankan transaksi riba, lalu dikemudian hari ia mengetahui hal tersebut, maka ia wajib untuk keluar dari perusahaan tersebut.
Keharaman membeli saham perusahaan tersebut telah
jelas, berdasarkan keumuman dalil-dalil al-Quran dan as-Sunnah yang
mengharamkan riba. Hal ini dikarenakan, membeli saham perusahaan yang
menjalankan transaksi riba sedangkan pembelinya telah mengetahui akan hal itu,
berarti pembeli telah ikut andil dalam transaksi riba. Yang demikian itu karena
saham merupakan bagian dari modal perusahaan, sehingga pemiliknya ikut memiliki
sebagian dari aset perusahaan. Sehingga seluruh harta yang dipiutangkan oleh
perusahaan dengan mewajibkan bunga atau yang harta dihutang oleh perusahaan
dengan ketentuan membayar bunga, maka pemilik saham telah memiliki bagian dan
andil darinya. Hal ini disebabkan orang-orang (pelaksana perusahaan-pen) yang
menghutangkan atau menerima piutang dengan ketentuan membayar bunga, sebenarnya
adalah perwakilan dari pemilik saham, dan mewakilkan seseorang untuk melakukan
pekerjaan yang diharamkan hukumnya tidak boleh.
Semoga shalawat dan salam yang berlimpah senantiasa
dikaruniakan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Dan segala puji
hanya milik Allah, Tuhan semesta Alam (Kumpulan Keputusan-keputusan Al-Majma’
al-Fiqhy al-Islamy, yang bermarkaskan di kota Makkah Al Mukarramah, hal. 297,
rapat ke-14, keputusan no. 4).
Penulis:Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri
Artikel: www.PengusahaMuslim.com