Ustadz Unknown |

HUKUM NABUNG DI BANK


SOAL :
Assalamu'alaikum Pak Ustadz Abu Ghozie. Sblmnya trm ksh byk utk sharing ilmunya ya Pak Ustadz. Dalam kesempatan ini ada yg mau saya tanyakan Pak Ustadz : Bagaimana hukumnya dgn bunga atau bagi hasil dr tabungan kita sendiri baik itu melalui Bank Konvensional maupun Bank Syariah? Mohon penjelasannya ya Pak Ustadz. Jazakallah Khairan Katsiraa Pak Ustadz...Dari Notaris Hasriwaty di Bumi Allah.

JAWAB :
Barokallahu fikum , semoga Ibu Hasriwaty istiqamah diatas kebenaran, dimudahkan dalam segala urusan. Tentang masalah bunga bank, saya sampaikan poin poin berikut ini :

[1] Seseorang ketika menyimpan uangnya di Bank dengan istilah nabung , maka secara hukum fikihnya ia adalah Qardh (pinjaman), artinya penabung telah meminjamkan uangnya ke pihak Bank. Jadi tidak tepat kalau disebut sebagai titipan (tabungan), karena titipan itu tidak boleh digunakan, apalagi pihak bank memutarkan uang tersebut untuk di kreditkan ke pihak lain dengan keuntungan mengambil bunga yang lebih besar dari bunga yang diberikan kepada penabung. Itulah kenyataannya.

[2] Setiap pinjam meminjam maka tidak boleh adanya keuntungan, sebagai mana didalam kaedah disebutkan :
كُلِّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا

“Setiap piutang yang terdapat pengambilan manfaat maka hukumnya riba”. Oleh karena itu kelebihan dari jumlah tabungan kita adalah riba, kecuali apabila tanpa ada kesepakatan sebelumnya dan diberikan di akhir saat pembayaran, maka ini boleh dan bukanlah riba. Sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wasallam membayar utang kepada Jabir lalu beliau memberikan kelebihan kepada Jabir sebagai bentuk terimakasih (lihat haditsnya di Shahih Bukhari no. 2394, Muslim no. 715)

[3] Tidak boleh mengambil atau memanfaatkan bunga bank karena hukumnya adalah riba. Bahaya dari dosa Riba adalah Dilaknat oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Laknat Rasulullah artinya di do’akan agar dijauhkan dari rahmat Allah, dan yang do’a adalah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata :

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan riba, juru tulisnya dan kedua saksinya." Dia berkata, "Mereka semua sama."(HR Muslim : 1598)

[4] Dibolehkan sekedar buka rekening di Bank kalau tujuannya untuk menyimpan uang demi keamanan, karena dikhawatirkan akan membahayakan hartanya bahkan dirinya tatkala uang dalam jumlah yang banyak disimpan di dalam rumahnya. Bolehnya di sini hanya sebagai rukhsah (keringanan) karena adanya hajat yang darurat, dengan syarat tidak mengambil atau memanfaatkan bunganya, kecuali untuk disedekahkan atau dipergunakan untuk urusan kemaslahatan umum, sebagai bentuk membebaskan diri dari yang haram bukan sebagai bentuk sedekah.

Para Ulama dari Majlis Fatwa Saudi Arabia berfatwa :

الأرباح التي يدفعها البنك للمودعين على المبالغ التي أودعوها فيه تعتبر ربا ، ولا يحل له أن ينتفع بهذه الأرباح ، وعليه أن يتوب إلى الله من الإيداع في البنوك الربويَّة ، وأن يسحب المبلغ الذي أودعه وربحه ، فيحتفظ بأصل المبلغ وينفق ما زاد عليه في وجوه البر من فقراء ومساكين وإصلاح مرافق ونحو ذلك .

Keuntungan (bunga) yang diberikan Bank karena sebab uang yang ditabungkan pada Bank adalah Riba, maka tidak boleh untuk mengambil manfaat bunga tersebut. Hendaknya ia bertaubat kepada Allah dari menabung di Bank Ribawiyah. Boleh mengambil uang dengan bunganya, akan tetapi pegang uang dia yang poko saja selebihnya boleh di infak kan kepada hala hala yang menambah kebaikan, diantaranya orang fakir miskin, mendamaikan pertemanan dan sebagainya” (Fatwa Islamiyyah 2/404)

Syaikh Bin Baaz rahimahullah berkata :

أما ما أعطاك البنك من الربح : فلا ترده على البنك ولا تأكله ، بل اصرفه في وجوه البر كالصدقة على الفقراء ، وإصلاح دورات المياه ، ومساعدة الغرماء العاجزين عن قضاء ديونهم ، …

Adapun apa yang diberikan oleh Bank berupa bunga, maka janganlah mengembalikannya kepada bank dan jangan memakannya, akan tetapi salurkan untuk kebaikan seperti member fakir miskin, membuat MCK, membantu orang yang terlilit utang, yang kesulitan melunasi utang-utang mereka” (Fatwa Islamiyyah 2/407)
Abu Ghozie As-Sundawie