Ustadz Unknown |

BAB WAKTU-WAKTU SHALAT


BAB WAKTU-WAKTU SHALAT

[47] عَنْ أبي الْمِنْهَالِ سَيَّارِ بْنِ سَلامَةَ قالَ: " دَخَلْتُ أنَا وَأبي عَلَى أبي بَرْزَةَ الأسْلَمِيِّ فَقَالَ لَهُ أبي: كَيْفَ كَانَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلي الْمَكْتُوبَةَ ؟ فَقَالَ: كَانَ يُصَلِّى الهاجرة الَّتي تَدْعُونَهَا الأوَلى، حِينَ تَدْحَضُ الشًمْسُ، وَيُصَلى الْعَصْرَ، ثُمّ يَرْجِعُ أحَدُنَا إِلى رَحْلِهِ في أقْصَى الْمَدِينَةِ وَالشًمْسُ حَيّة. وَنَسِيت مَا قَال في الْمَغْرِبِ وَكَانَ يَسْتَحِبُّ أنْ يُؤَخرَ مِنَ العشَاءِ التي تَدعُونَهَا الْعَتَمَةَ. وَكَانَ يَكْرَهُ النَوْمَ قبلَهَا وَاْلحدِيث بَعْدَهَا. وَكَان يَنْفَتِلُ مِنْ صَلاةِ اْلَغدَاةِ حِينَ يَعْرِفُ الرَجُلُ جَلِيسَهُ. وَكَانَ يَقْرأ بالستينَ إِلى الْمائَةِ.

[47] Dari Abul Minhal Sayyar Bin Salamah berkata, “Saya dan ayah saya menemui abu barzah Al-Aslamiy. Ayahku bertanya kepadanya, “bagaimanakah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam shalat wajib ?” Abu Barzah menjawab, “Beliau shalat Hajirah yang kalian sebut sebagai shalat dzuhur ketika matahri condong. Dan beliau shalat ashar yang apabila salah seorang diantara kami kembali ketempat tinggalnya yang berada diujung Madinah, sedang matahri masih menyengat”. Saya lupa apa yang dikatakannya tentang shalat Maghrib. “Beliau (Rasululullah shalallahu alaihi wasallam) senang mengakhirkan shalat Isya yang kalian sebut ‘Atamah. Beliau membenci tidur sebelum shalat Isya dan berbincang-bincang setelahnya. Beliau menyelesaikan shalat subuh ketika seseorang mengenali disebelahnya. Beliau biasa membaca 60 sampai 100 ayat”

PEMBAHASAN HADITS :
Menjelaskan tentang waktu-waktu shalat

PERIWAYAT HADITS :
[1] Abul Minhal , Sayyar Bin Salamah, seorang Tabi’in yang terpercaya dalam meriwayatkan hadits (Tsiqah), meninggal tahun 129 H.
[2] Abu Barzah Al-Aslamiy, nama aslinya Nadhlah Bin ‘Ubaid , masuk islam ketika peperangan Khaibar mengikuti perang Khaibar dan Fathu Makkah serta thaif , wafat tahun 65 H.

PELAJARAN HADITS :
[1] Menjelaskan waktu-waktu shalat dengan rincian sebagai berikut :
[1] Dzuhur :
[1] Nama Shalat Dzuhur :

Dinamakan juga Al-Hajirah atau Al-Hajir, artinya waktu sangat panas sehingga orang -orang pada meninggalkan pekerjaan mereka (Kitab Taisir ‘Alam). Al-hajir artinya meninggalkan. Dinamakan juga Al-Ula (yang pertama) karena ketika Malaikat Jibril mengajarkan waktu-waktu shalat kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam , Malikat Jibril ‘alaihi salam datang pertama kalinya kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pada waktu shalat dzuhur.

Dari Jabir bin Abdullah radliyallahu anhu ia berkata :

أَنَّ جِبْرِيلَ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُهُ مَوَاقِيتَ الصَّلَاةِ، فَتَقَدَّمَ جِبْرِيلُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلْفَهُ، وَالنَّاسُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَصَلَّى الظُّهْرَ حِينَ زَالَتِ الشَّمْسُ، وَأَتَاهُ حِينَ كَانَ الظِّلُّ مِثْلَ شَخْصِهِ فَصَنَعَ كَمَا صَنَعَ، فَتَقَدَّمَ جِبْرِيلُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلْفَهُ، وَالنَّاسُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى الْعَصْرَ، ثُمَّ أَتَاهُ حِينَ وَجَبَتِ الشَّمْسُ فَتَقَدَّمَ جِبْرِيلُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلْفَهُ، وَالنَّاسُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ، ثُمَّ أَتَاهُ حِينَ غَابَ الشَّفَقُ فَتَقَدَّمَ جِبْرِيلُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلْفَهُ، وَالنَّاسُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى الْعِشَاءَ، ثُمَّ أَتَاهُ حِينَ انْشَقَّ الْفَجْرُ فَتَقَدَّمَ جِبْرِيلُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلْفَهُ، وَالنَّاسُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى الْغَدَاةَ، ثُمَّ أَتَاهُ الْيَوْمَ الثَّانِيَ حِينَ كَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ مِثْلَ شَخْصِهِ فَصَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعَ بِالْأَمْسِ فَصَلَّى الظُّهْرَ، ثُمَّ أَتَاهُ حِينَ كَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ مِثْلَ شَخْصَيْهِ فَصَنَعَ كَمَا صَنَعَ بِالْأَمْسِ فَصَلَّى الْعَصْرَ، ثُمَّ أَتَاهُ حِينَ وَجَبَتِ الشَّمْسُ فَصَنَعَ كَمَا صَنَعَ بِالْأَمْسِ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ، فَنِمْنَا ثُمَّ قُمْنَا، ثُمَّ نِمْنَا ثُمَّ قُمْنَا، فَأَتَاهُ فَصَنَعَ كَمَا صَنَعَ بِالْأَمْسِ فَصَلَّى الْعِشَاءَ، ثُمَّ أَتَاهُ حِينَ امْتَدَّ الْفَجْرُ وَأَصْبَحَ وَالنُّجُومُ بَادِيَةٌ مُشْتَبِكَةٌ فَصَنَعَ كَمَا صَنَعَ بِالْأَمْسِ فَصَلَّى الْغَدَاةَ، ثُمَّ قَالَ: مَا بَيْنَ هَاتَيْنِ الصَّلَاتَيْنِ وَقْتٌ

Bahwa Jibril datang kepada Nabi Shallallahu'alaihi wasallam untuk mengajari waktu-waktu shalat. Jibril maju dan Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam di belakangnya, sedangkan manusia berada di belakang Rasullah Shallallahu'alaihi wasallam. Lalu Jibril shalat Zhuhur ketika matahari telah tergelincir,

Dan datang kembali ketika bayangan sudah seperti aslinya, lalu melakukan seperti yang dilakukan pertama kali, Jibril maju dan Rasullah Shallallahu'alaihi wasallam di belakangnya, sedangkan manusia dibelakang Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, lalu Jibril shalat Ashar.
Lalu jibril datang tatkala matahari tenggelam Jibril maju dan Rasullah Shallallahu'alaihi wasallam di belakangnya, sedangkan manusia dibelakang Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam lalu Jibril shalat maghrib,
Lalu Malaikat Jibril datang lagi saat mega merah telah hilang, lalu Jibril maju dan Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam di belakangnya, sedangkan manusia di belakang Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, lantas Jibril segera shalat Isya.
Saat fajar mulai terbit, Jibril datang lagi, lalu Jibril maju dan Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam di belakangnya, sedangkan manusia di belakang Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, lalu Jibril shalat Subuh.

Pada hari kedua, Jibril datang ketika bayangan seseorang seperti aslinya dan berbuat sebagaimana yang diperbuat kemarin, yakni melaksanakan shalat Zhuhur.
Kemudian datang lagi saat bayangan seseorang seperti dua kali aslinya dan berbuat seperti yang diperbuat kemarin dan segera shalat Ashar.

Lalu datang lagi saat matahari terbenam, dan melakukan seperti yang dilakukan kemarin dan shalat Maghrib kemudian kami tidur. Kemudian bangun, kemudian tidur, kemudian bangun lagi, dan datanglah Jibril dan berbuat seperti yang diperbuat kemarin, lalu shalat Isya'. Besoknya, ketika fajar telah terbentang dan waktu sudah pagi, Jibril datang sedangkan bintang sangat terang. Ia segera berbuat seperti kemarin, lalu ia shalat Subuh. Kemudian ia berkata, "Waktu shalat ada diantara dua shalat tadi." (HR An-Nassa-i : 503)

[2] Waktu shalat dzuhur : Dimulai dari tergelincirnya matahari dan ini merupakan kesepakatan para Ulama (ijma’) sebagaimana Sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dari Abdullah bin Amer :

وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرْ الْعَصْرُ وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ وَوَقْتُ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبْ الشَّفَقُ وَوَقْتُ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الْأَوْسَطِ وَوَقْتُ صَلَاةِ الصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعْ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتْ الشَّمْسُ فَأَمْسِكْ عَنْ الصَّلَاةِ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ

"Waktu Zhuhur adalah apabila matahari telah condong sedikit ke Barat hingga bayangan seseorang menyamai panjangnya, selama waktu Ashar belum tiba. Waktu Ashar adalah selama matahari belum menguning, waktu Maghrib adalah selama mega merah belum menghilang, waktu Isya adalah hingga separuh malam yang tengah, dan waktu Shubuh adalah sejak terbit fajar sampai sebelum matahari terbit. Maka jika matahari terbit, janganlah kamu lakukan shalat, karena matahari terbit di antara dua tanduk syetan.” (HR Muslim : 612)

[3] Dianjurkan untuk menangguhkan waktu shalat dzuhur ketika cuaca sangat panas. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda ;

إِذَا اشْتَدَّ الحَرُّ فَأَبْرِدُوا عَنِ الصَّلاَةِ، فَإِنَّ شِدَّةَ الحَرِّ مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمَ

“ Apabila panas matahari menyengat maka tundalah dulu shalat (dzuhur) karena sesungguhnya panas yang menyengat itu berasal dari hembusan neraka Jahanam” (HR Bukhari : 533, Muslim : 615)
Menangguhkan disini apabila tidak dikhawatirkan habisnya waktu shalat, kalau dikhawatirkan akan kehabisan waktu shalat maka jangan menangguhkan walaupun udara panas.
Dari Khabbab ia berkata :
شَكَوْنَا إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ فِي الرَّمْضَاءِ، فَلَمْ يُشْكِنَا
Kami mengeluhkan kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam shalat ketika panas terik maka beliau pun tidak menanggapi kami” (HR Muslim : 619)

[2] Ashar :

[1] Permulaan waktu shalat Ashar adalah saat ketika bayangan sama seperti aslinya, berarti datangnya waktu shalat ashar adalah ketika waktu shalat dzuhur itu berakhir. Dari Abdullah Bin ‘Amer bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ، مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ، وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ،

, “Dan waktu shalat dzuhur adalah saat matahari tergelincir sampai bayangan sesuatu sama dengan aslinya, selama belum masuk ashar, dan waktu ashar itu (berakhirnya) selama matahari belum menguning” (HR Muslim : 612)
Dan waktu berakhirnya shalat ashar adalah ketika matahari menguning berdasarkan hadits :
وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ
Waktu Ashar adalah selama matahari belum menguning (HR Muslim : 612)

Sebagian ulama berpendapat bahwa waktu shalat ashar berakhir ketika bayangan sesuatu besarya seperti dua kali lipatnya.

Sebagaimana hadits jibril dalam mengajarkan waktu shalat kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam :
ثُمَّ أَتَاهُ حِينَ كَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ مِثْلَ شَخْصَيْهِ فَصَنَعَ كَمَا صَنَعَ بِالْأَمْسِ فَصَلَّى الْعَصْرَ

Kemudian datang lagi saat bayangan seseorang seperti dua kali aslinya dan berbuat seperti yang diperbuat kemarin dan segera shalat Ashar. (HR An-Nassa-i : 503)

[2] Waktu shalat ashar memiliki waktu darurat :

Yaitu apabila seseorang karena udzur sehingga melakukan shalat ashar ketika matahari mau tenggelam, lalu matahri tenggelam (datang waktu maghrib) dalam keadaan sudah mendapatkan satu raka’at maka sempurnakanlah shalat ashar walaupun waktunya telah habis karena ia dianggap telah mendapat kan waktu shalat ashar. Dalilnya adalah :

Dari Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِذَا أَدْرَكَ أَحَدُكُمْ سَجْدَةً مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَلْيُتِمَّ صَلَاتَهُ وَإِذَا أَدْرَكَ سَجْدَةً مِنْ صَلَاةِ الصُّبْحِ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَلْيُتِمَّ صَلَاتَهُ

"Jika seeorang dari kalian mendapatkan sujud shalat 'Ashar (satu raka’at) sebelum terbenam matahari maka sempurnakanlah, dan jika mendapatkan sujud shalat Subuh (satu raka’at) sebelum terbit matahari maka sempurnakanlah." (HR Bukhari : 556)
Dalam lafadz lain :
مَنْ أَدْرَكَ مِنَ الصُّبْحِ رَكْعَةً قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ، فَقَدْ أَدْرَكَ الصُّبْحَ، وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ العَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ، فَقَدْ أَدْرَكَ العَصْرَ
“Barang siapa yang mendapatkan satu raka’at shalat subuh sebelum terbit matahari maka sungguh ia telah dianggap mendapatkan shalat subuh, dan barang siapa yang mendapatkan satu raka’at dari shalat ashar sebelum tenggelam matahari maka ia dianggap mendapatkan shalat ashar” (HR Bukhari : 579, Muslim : 608)

[3] Sunnah melakukan shalat ashar diawal waktu. Berdasarkan dalil :

Aisyah radhiyallahu anha berkata :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الْعَصْرَ وَالشَّمْسُ لَمْ تَخْرُجْ مِنْ حُجْرَتِهَا

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat 'Ashar sedangkan matahari belum berlalu dari kamarnya (rumah 'Aisyah). (HR Bukhari : 544)

Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الْعَصْرَ وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ حَيَّةٌ فَيَذْهَبُ الذَّاهِبُ إِلَى الْعَوَالِي فَيَأْتِيهِمْ وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ وَبَعْضُ الْعَوَالِي مِنْ الْمَدِينَةِ عَلَى أَرْبَعَةِ أَمْيَالٍ أَوْ نَحْوِهِ

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah melaksanakan shalat 'Ashar saat matahari masih meninggi lagi hidup (terang bercahaya). Dan seseorang pergi kekampungnya dipinggiran kota madinah maka ia akan mendapati matahari masih tinggi. Sedangkan sebagian desa jaraknya dengan Madinah ada yang berjarak sampai empat mil atau sekitar itu." (HR Bukhari : 550, Muslim : 621)
[4] Shalat ashar adalah shalat wushtha (shalat pertengahan) Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda pada waktu peperangan Khandaq :
شَغَلُونَا عَنِ الصَّلَاةِ الْوُسْطَى، صَلَاةِ الْعَصْرِ، مَلَأَ اللهُ بُيُوتَهُمْ وَقُبُورَهُمْ نَارًا
“Mereka (orang-orang Musyrik) telah menyibukan kita dari shalat Wustha yaitu shalat Ashar, semoga Allah memenuhi rumah-rumah mereka dan kubur-kubur mereka dengan api” (HR Muslim : 627)

FAEDAH :
Terjadi perbedaan pendapat para ulama tentang urutan shalat sehingga mereka pun berselisih juga didalam menentukan shalat wustha.
[a] Shalat Dzuhur adalah urutan pertama karena malaikat jibril datang kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam pada saat shalat dzuhur sehingga shalat dzuhur dinamai juga al-Ula artinya yang pertama, berarti shalat wusthanya (pertengahannya) adalah Maghrib.
[b] Shalat Subuh adalah urutan pertama dan shalat wusthanya adalah shalat ashar. Hal ini berdasarkan hadits yang jelas dari Nabi shalallahu alaihi wasallam bahwa shalat wustha adalah shalat ashar. Dan inilah pendapat yang kuat sebagaimana di isyaratkan oleh penulis kitab umdatul ahkam dimana beliau membahas waktu-waktu shalat diurutkan yang pertama kali dibahas adalah waktu shalat subuh.
[3] Maghrib :
[1] Dinamakan maghrib yang artinya ghurub atau tenggelam, karena waktu pelaksanaannya dilakukan pada waktu tenggelamnya matahari. Orang arab menamakannya shalat Isya. Akan tetapi datang larangan menyebut maghrib dengan nama Isya tapi hendaklah dengan menamakannya Maghrib.

Dari 'Abdullah bin Mughaffal Al Muzani, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لَا تَغْلِبَنَّكُمْ الْأَعْرَابُ عَلَى اسْمِ صَلَاتِكُمْ الْمَغْرِبِ قَالَ الْأَعْرَابُ وَتَقُولُ هِيَ الْعِشَاءُ

"Janganlah kalian dikalahkan oleh orang Badui dalam menamakan (melaksanakan) shalat Maghrib kalian." 'Abdullah bin Mughaffal Al Muzani berkata, "Orang Badui menyebut Maghrib dengan 'Isya (HR Bukhari : 563)

Beberapa pendapat sebab larangan menamakan shalat Maghrib dengan nama Isya :

[a] Ada ulama yang mengatakan supaya tidak tersamar dengan shalat Isya oleh karena itu boleh kalau menyebut Al-Isyaul Ula (Isya yang pertama) dan menyebut untuk shalat Isya dengan Al-Isyaul Akhirah (Isya yang kedua)

[b] Ada juga yang berpendapat sebab dilarangnya supaya tidak bertasyabuh (menyerupai) Arab Gunung/arab pedalaman yang dikenal tabi’atnya kebanyakan kurang baik, seperti kasar, kurang sopan dll. Inilah pendapat yang kuat insya Allah.

[2] Mulai waktunya adalah ketika matahari tenggelam dan ini berdasarkan ijma’ tidak ada khilaf dikalangan para ulama.Dari jabir Bin Abdillah ia berkata :

كَانَ يُصَلِّي الظُّهْرَ بِالهَاجِرَةِ، وَالعَصْرَ وَالشَّمْسُ حَيَّةٌ، وَالمَغْرِبَ إِذَا وَجَبَتْ، وَالعِشَاءَ إِذَا كَثُرَ النَّاسُ عَجَّلَ، وَإِذَا قَلُّوا أَخَّرَ، وَالصُّبْحَ بِغَلَسٍ

Adalah rasulullah shalallahu alaihi wasallam beliau shalat Dzuhur apabila dalam kondisi panas dan shalat Ashar ketika matahari hidup masih bercahaya terang, dan beliau shalat Maghrib ketika matahari tenggelam dan beliau shalat Isya apabila melihat orang telah berkumpul beliau segerakan namun apabila masih sedikit maka beliau akhirkan dan beliau shalat subuh dalam keadaan ghalas (cahaya fajar masih tercampur gelapnya malam)” (HR Bukhari : 565, Muslim : 646)

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :

فَأَوَّلُ وَقْتِ الْمَغْرِبِ إذَا غَرَبَتْ الشَّمْسُ وَتَكَامَلَ غُرُوبُهَا وَهَذَا لَا خِلَافَ فِيهِ

“Maka Awal waktu shalat maghrib yaitu apabila matahari tenggelam dan benar-benar sempurna tenggelamnya dan masalah ini tidak ada perbedaan pendapat didalamnya ” (Al-Majmu’ syarah Al-Muhadzab 3/29)

[3] Waktu berakhirnya ketika hilangnya mega merah.

Dari Abdullah bin Amer radliyallahu anhuma ia berkata, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :

فَإِذَا صَلَّيْتُمُ الْمَغْرِبَ فَإِنَّهُ وَقْتٌ إِلَى أَنْ يَسْقُطَ الشَّفَقُ
“Maka apabila kalian shalat maghrib waktunya adalah sampai hilangnya mega merah” (HR Muslim : 612)

[4] Isya :

[1] Dinamakan shalat Isya Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِيَسْتَأْذِنكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنكُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ مِن قَبْلِ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُم مِّنَ الظَّهِيرَةِ وَمِن بَعْدِ صَلَاةِ الْعِشَاء ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ لَّكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ طَوَّافُونَ عَلَيْكُم بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“ Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah shalat Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu . Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS An-Nuur : 58)

Dinamakan juga Isyaul Akhirah (Isya yang kedua), dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, “Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :

أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ بَخُورًا فَلَا تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ الْآخِرَةَ

“Wanita mana saja yang memakai wangi-wangian maka janganlah menghadiri shalat isya yang akhir bersama kami” (HR Muslim : 444, Abu Dawud : 4175)

Dinamakan juga dengan ‘Atamah dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah bersabda,

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي التَّهْجِيرِ لَاسْتَبَقُوا إِلَيْهِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Seandainya manusia mengetahui {besarnya} pahala adzan dan shalat {jamaah} di shaf terdepan, kemudian mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan mengundi, pasti mereka akan mengundi. Jikalau mereka mengetahui {besarnya} pahala berpagi-pagi pasti mereka akan berlomba, dan jikalau mereka mengetahui betapa besarnya pahala shalat jamaah ‘Atamah (Isya) dan Subuh, pasti mereka akan berusaha melaksanakannya meskipun dengan merangkak” (HR Bukhari : 615, Muslim : 437)
Dilarang menamakannya dengan nama ‘Atamah : Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu, dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

لَا تَغْلِبَنَّكُمْ الْأَعْرَابُ عَلَى اسْمِ صَلَاتِكُمْ الْعِشَاءِ فَإِنَّهَا فِي كِتَابِ اللَّهِ الْعِشَاءُ وَإِنَّهَا تُعْتِمُ بِحِلَابِ الْإِبِلِ

'Janganlah kamu sekalian dikalahkan oleh orang-orang Arab pedalaman sehingga melupakan nama shalatmu, yaitu Isya, karena sesungguhnya shalat tersebut tercantum di dalam kitab Allah bernama Isya dan sesungguhnya orang-orang Arab menamakan shalat isya dengan atamah karena mereka memerah susu unta setelah malam (HR Muslim : 644, Abu dawud : 4984)

Untuk mendudukannya antara dalil yang melarang dengan yang menetapkan bolehnya menggunakan kata ‘Atamah adalah dari dua segi :

[1] Dalil yang menetapkan menunjukan bolehnya menemakan shalat Isya dengan ‘atamah adapun dalil yang melarang dibawa kepada pemahaman bukan larangan yang haram akan tetapi lit Tanziih (makruh saja)

[2] Diungkapkan dengan ‘atamah bagi yang tidak mengerti nama shalat Isya kecuali dengan nama ‘atamah maka berbicara sesuai dengan pemahamannya, seperti terhadap orang-orang Arab Gunung. (Syarah Muslim 16/205)

[2] Waktu permulaannya diawali dengan hilangnya mega merah

ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ الْعِشَاءَ حِينَ غَابَ الشَّفَقُ، ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ الْفَجْرَ حِينَطَلَعَالْفَجْرَ

Lalu beliau perintahkan untuk shalat isya maka didirikanlah shalat isya ketika hilangnya mega merah, lalu beliau perintahkan untuk shalat subuh maka didirikanlah shalat subuh ketika terbit fajar” (HR Muslim : 616, Abu Dawud : 39)

Adapun waktu berakhirnya adalah saat pertengahan malam. Diriwayatkan dari Abdullah bin Amer radliyallahu anhuma ia berkata, Bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :

وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرْ الْعَصْرُ وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ وَوَقْتُ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبْ الشَّفَقُ وَوَقْتُ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الْأَوْسَطِ وَوَقْتُ صَلَاةِ الصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعْ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتْ الشَّمْسُ فَأَمْسِكْ عَنْ الصَّلَاةِ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ

Waktu Zhuhur adalah apabila matahari telah condong sedikit ke Barat hingga bayangan seseorang menyamai panjangnya, selama waktu Ashar belum tiba. Waktu Ashar adalah selama matahari belum menguning, waktu Maghrib adalah selama mega merah belum menghilang, waktu Isya adalah hingga separuh malam yang tengah, dan waktu Shubuh adalah sejak terbit fajar sampai sebelum matahari terbit. Maka jika matahari telah terbit, janganlah kamu lakukan shalat, karena matahari terbit di antara dua tanduk syetan. (HR Muslim : 612)

Pendapat ini dikuatkan oleh Imam Al-Bukhari, Ibnu Hazam dan As-Syaukani dan ada juga pendapat lain yaitu ¼ atau 1/3 malam.

[5] Subuh :

[1] Nama Shalat Subuh : Subuh (QS An-Nuur : 58) (QS An-Nuur : 58) Fajar dan Ghodah. Aisyah radliyallahu anha berkata :

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَدَعُ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الغَدَاةِ

Bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam beliau tidak pernah tinggalkan 4 raka’at sebelum dzuhur dan dua raka’at sebelum ghadah (subuh)” (HR Bukhari : 1982)

[2] Permulaan waktunya adalah ketika terbitnya fajar yang kedua atau fajar shahdiq, dan berakhir ketika terbitnya matahari. Sebagaimana hadits Abdullah bin Amer :

وَوَقْتُ صَلَاةِ الصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعْ الشَّمْسُ

Dan waktu Shubuh adalah sejak terbit fajar sampai sebelum matahari terbit. (HR muslim : 612)

[2] Makruh tidur sebelum shalat Isya’ dan berbincang-bincang setelah nya. Diantara hikmahnya adalah :

[a] mengahantarkan kepada perbuatan begadang yang tercela, dan menyebabkan terluputnya shalat subuh atau shalat malam.

[b] Begadang waktu malam bisa mengantarkan kepada malasnya beraktivitas diwaktu siang dari beribadah, berbakti kedua orang tua, atau bermuamalah dan kemaslahatan dunia dll.

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :

قال العلماء: والمكروه من الحديث بعد العشاء هو ما كان في الأمور التي لا مصلحة فيها. أما ما فيه مصلحة وخير فلا كراهة فيه، وذلك كمدارسة العلم وحكايات الصالحين ومحادثة الضيف والعروس للتأنيس ومحادثة الرجل أهله وأولاده للملاطفة والحاجة

Para Ulama mengatakan dan yang makruh berbincang-bincang setelah Isya’ adalah apabila dalam perkara yang tiada berguna, adapun didalam kemaslahatan dan kebaikan maka tidaklah terlarang seperti mempelajari ilmu, bercerita tentang riwayat hidup orang shalih, berbincang dengan tamu, anak isteri dan keluarga untuk menggembirakan mereka pada perkara yang perlu maka ini tidak mengapa” (Syarah Muslim 16/210)

[3] Disunnahkan membaca al-Qur’an pada shalat subuh adalah 60-100 ayat.

[4] Disunnahkan untuk melakukan shalat subuh diawal waktu yaitu waktu ghalas. Wallahu a'lam

Abu Ghozie As-Sundawie