Ustadz Unknown |

MEMBUNGKUKAN BADAN SEBAGAI BENTUK SOPAN SANTUN ?


SOAL :
Bismillah,ana ingin bertanya ust. Perihal urf (adat) kita di masyarakat apabila lewat didepan orang-orang tua yang sedang duduk, tapi kita dlm keadaan berdiri dan berjalan didepan mereka maka kita membungkukkan badan untuk permisi lewat diantara mereka.. sebenarnya apakah ini dianggap adat yang mubah atau sudah masuk haram? Cocok kah jika dikiaskan ke penghormatan kepada selain Allah? Ana butuh sekali jawabannya.. Jazakallah khairon sebelumnya..dari Umu Maryam di Jayapura

JAWAB :
Barokallahu fik Umu maryam semoga istiqamah selalu, terkait masalah yang ditanyakan maka ada perinciannya sebagai berikut :

[1] Islam tidak menghapus adat kebiasaan secara total, akan tetapi membuang setiap adat kebiasaan yang bertentangan dengan syari’at serta melestarikan adat kebiasaan yang tidak bertentangan dengan syari’at. Bahkan adat kebiasaan yang baik di dukung oleh Syari’at Islam seperti misalnya banyak adat-adat kebiasaan orang arab jahiliyah yang baik-baik didukung oleh Islam diantaranya memuliakan tamu.

[2] Bahkan adat kebiasaan itu dijadikan sandaran hukum sebagaimana didalam kaedah besar fiqih disebutkan “Al-‘Adatu Muhakkamah” artinya “sebuah adat kebiasaan itu dijadikan sandaran hukum” , maksudnya setiap hukum syari’at yang sifatnya tidak mengikat maka perinciannya atau batasanya diserahkan kepada adat kebiasaan. Contoh masalah musafir, batasan seseorang di hukumi musafir adalah berdasarkan adat karena syri’at tidak membatasi jarak safar.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

كُلُّ اسْمٍ لَيْسَ لَهُ حَدٌّ فِي اللُّغَةِ وَلَا فِي الشَّرْعِ فَالْمَرْجِعُ فِيهِ إلَى الْعُرْفِ فَمَا كَانَ سَفَرًا فِي عُرْفِ النَّاسِ فَهُوَ السَّفَرُ الَّذِي عَلَّقَ بِهِ الشَّارِعُ الْحُكْمَ وَذَلِكَ مِثْلُ سَفَرِ أَهْلِ مَكَّةَ إلَى عَرَفَةَ؛ فَإِنَّ هَذِهِ الْمَسَافَةَ بَرِيدٌ وَهَذَا سَفَرٌ ثَبَتَ فِيهِ جَوَازُ الْقَصْرِ وَالْجَمْعِ بِالسُّنَّةِ وَالْبَرِيدُ هُوَ نِصْفُ يَوْمٍ بِسَيْرِ الْإِبِلِ وَالْأَقْدَامِ
“setiap nama yang tidak ada batas tertentu didalam bahasa maupun didalam syari’at maka dikembalikan kepada ‘Urf (kebiasaan), maka safar yang dianggap oleh kebiasaan manusia adalah dianggap safar pula hukumnya oleh syari’at seperti safar penduduk Makkah ke arafah, maka sesungguhnya jarak safar ini satu barid dan safar jarak ini dibolehkan padanya mengqashar dan menjama’ shalat berdasarkan sunnah dan satu barid adalah setengah hari jarak tempuh unta atau jalan kaki” (Majmu’ Al-Fatawa 24/40-41)

[3] Diantara adat kebiasaan yang “dianggap” baik oleh masyarakat kita khususnya dibeberapa suku di indonesia adalah membungkukan badan sebagai bentuk salam penghormatan ketika melintas atau berpapasan dengan orang yang dianggap terhormat atau yang sudah berusia lanjut atau sepuh.

[4] Didalam Syari’at Islam yang di bawa oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tidak boleh ruku’ dan sujud baik sebagai bentuk penghormatan apalagi sebagai bentuk pengagungan kecuali hanya kepada Allah semata Dzat yang maha Agung. Walaupun pada syari’at sebelum kita dibolehkan sebagai bentuk penghormatan.

Allah ta’ala berfirman :

وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّواْ لَهُ سُجَّداً وَقَالَ يَا أَبَتِ هَـذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِن قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقّاً

Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) bersimpuh seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf: "Wahai ayahku inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu. sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan (QS Yusuf : 100)

[5] Tidak diperbolehkan membungkukan badan seorang muslim terhadap yang lainnya baik saat bertemu atau datang dari bepergian, baik kepada orang tua, kepada raja, atau pegawai hotel kepada tamunya misalnya, bahkan yang lebih parah lagi istilah sungkem anak kepada orang tua dengan sujud mencium telapak kakinya biasanya kalau dalam resepsi mantenan dalam adat Jawa atau yang lainnya, karena membungkukan badan termasuk bentuk merendahkan diri dan itu tidak layak dilakukan kecuali hanya kepada Allah serta adanya unsur penyerupaan orang-orang kafir. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang akan hal ini. Bahkan bisa murtad hukumnya kalau ruku’ dan sujud kepada selain Allah tersebut dalam rangka pengagungan seperti pengangungannya terhadap Allah.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: (قَالَ رَجُلٌ: " يَا رَسُولَ اللهِ , الرَّجُلُ مِنَّا يَلْقَى أَخَاهُ أَوْ صَدِيقَهُ , أَيَنْحَنِي لَهُ؟ , قَالَ: " لَا "، قَالَ: أَفَيَلْتَزِمُهُ وَيُقَبِّلُهُ؟ , قَالَ: " لَا "، قَالَ: أَفَيَأخُذُ بِيَدِهِ وَيُصَافِحُهُ قَالَ: " نَعَمْ إِنْ شَاءَ

Dari Anas bin malik radliyallahu anhu ia berkata, “sesorang bertanya kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, “wahai rasulullah apabila seseorang diantara kita bertemu saudaranya atau temannya apakah boleh dengan membungkukan badan ?”, Beliau menjawab : “ tidak boleh” , ia bertanya lagi, “apakah boleh saling berpelukan dan berciuman ? Beliau menjawab : “tidak boleh” , ia bertanya lagi, apakah boleh saling bersalaman ? “ Beliau menjawab, “iya boleh kalau mau”. (HR Tirmidzi : 2728 Ahmad : 13067, As-Shahihah : 160)

[7] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

وَأَمَّا الِانْحِنَاءُ عِنْدَ التَّحِيَّةِ: فَيُنْهَى عَنْهُ كَمَا فِي التِّرْمِذِيِّ {عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ سَأَلُوهُ عَنْ الرَّجُلِ يَلْقَى أَخَاهُ يَنْحَنِي لَهُ؟ قَالَ: لَا} وَلِأَنَّ الرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ لَا يَجُوزُ فِعْلُهُ إلَّا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ؛ وَإِنْ كَانَ هَذَا عَلَى وَجْهِ التَّحِيَّةِ فِي غَيْرِ شَرِيعَتِنَا كَمَا فِي قِصَّةِ يُوسُفَ: ( {وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا وَقَالَ يَا أَبَتِ هَذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ} وَفِي شَرِيعَتِنَا لَا يَصْلُحُ السُّجُودُ إلَّا لِلَّهِ بَلْ قَدْ تَقَدَّمَ نَهْيُهُ عَنْ الْقِيَامِ كَمَا يَفْعَلُهُ الْأَعَاجِمُ بَعْضُهَا لِبَعْضِ فَكَيْفَ بِالرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ؟ وَكَذَلِكَ مَا هُوَ رُكُوعٌ نَاقِصٌ يَدْخُلُ فِي النَّهْيِ عَنْهُ.

Adapun membungkukan badan ketika salam penghormatan adalah terlarang sebagaimana didalam hadits riwayat Imam Tirmidzi dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bahwasanya para sahabat bertanya kepada Beliau tentang seseorang yang berjumpa dengan saudaranya apakah harus membungkukan badan kepadanya? Beliau menjawab : tidak boleh, karena ruku’ dan sujud tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah, walaupun ini dibolehkan dalam rangka penghormatan pada syari’at sebelum kita sebagaimana pada kisah Nabi Yusuf , Allah berfirman “Dan mereka (semuanya) bersimpuh seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf: "Wahai ayahku inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu” (QS Yusuf : 100), dan didalam syari’at kita tidak boleh sujud kecuali hanya kepada Allah bahkan telah berlalu tentang larangannya berdiri dalam rangka menghormati sebagaimana yang biasa dilakukan orang-orang barat (kafir) maka bagai mana pula apabila ruku’ dan sujud ? demikian juga ruku’ naqish (membungkukan badan) termasuk dalam larangan ini” (Majmu’ Al-Fatawa 1/377)
[8] Didalam Fatwa Lajnah Ad-Daaimah disebutkan tentang larangan membungkukan badan atau kepala dalam rangka penghormatan :
ما حكم انحناء الرأس لمسلم عند التحية ؟ . فأجابوا : لا يجوز لمسلم أن يحني رأسه للتحية ، سواء كان ذلك لمسلم أو كافر ؛ لأنه من فعل الأعاجم لعظمائهم ، ولأنه شبيه بالركوع ، والركوع تحية وإعظاما لا يكون إلا لله ". الشيخ عبد العزيز بن باز ، الشيخ عبد الرزاق عفيفي ، الشيخ عبد الله بن غديان ، الشيخ عبد الله بن قعود . انتهى من" فتاوى اللجنة الدائمة
Apa hukum membungkukan kepala terhadap seorang muslim dalam rangka penghormatan ?, Maka Mereka Menjawab : Tidak boleh bagi seorang muslim untuk merendahkan atau menundukan kepalanya untuk penghormatan, baik untuk orang muslim ataupun untuk orang kafir, karena semua itu adalah perbuatan orang ajam (barat baca: kafir) kepada pembesar mereka, dan membungkukan kepala adalah menyerupai ruku, dan ruku’ adalah bentuk penghormatan dan pengangungan yang tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah. Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz, Syaikh Abdur Razaaq Afifi, syaikh Abdullah Ghadayan, Syaikh Abdullah Qu’ud” (Fatwa Lajnah Ad-Daaimah 26/116)

[9] Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata :

رأينا في هذا أنه لا يجوز لأن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم منع من ذلك , فلا يحل لأحد أن يحني ظهره إلا لله رب العالمين , وأما المخلوق : فلا تحني ظهرك له , وأقبح من ذلك : أن يسجد له ؛ فإن السجود للمخلوق تعظيماً وتذلُّلاً : من الشرك المخرج عن الملة نسأل الله العافية وأما الانحناء : فإنه حرام , لكن لا يصل إلى حد الشرك"

Menurut pandangan kita tentang masalah membungkukan badan sebagai penghormatan ini adalah tidak boleh karena sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melarang yang demikian itu, dan tidak halal bagi seseorang untuk membungkukan punggungnya kecuali hanya untuk Allah Rabbul ‘Alamin adapun untuk makhluk maka tidak boleh membungkukan badannya untuknya, dan yang lebih buruk lagi adalah sujud kepada makhluk, karena sujud kepada makhluk yang mengandung pengangungan, dan perendahkan diri dihadapannya adalah bentuk kesyirikan yang menyebabkan murtad keluar dari islam, semoga Allah menyelamatkan kita, adapaun kalau membungkukan badan maka ia hukumnya haram akan tetapi tidak sampai kepada derajat syirik” (Liqa Al-Bab Al-Maftuh 104, soal no : 4)

[10] KESIMPULAN :

Islam tidak menghapus adat kebiasaan secara mutlak, akan tetapi memberikan batasannya, maka setiap adat yang sesuai syari’at akan didukungnya, dan setiap yang tidak sesuai syari’at akan dilarangnya sebagai bentuk sempurnanya penghambaan kepada Allah. Diantara adat yang tidak sesuai syari’at adalah membungkukan badan atau kepala dalam rangka penghormatan, maka hukumnya haram karena mirip dengan ruku’ yang tidak boleh seorang muslim melakukannya kecuali hanya kepada Allah, dan terlarang nya ruku disini tanpa memandang niatnya walaupun bukan untuk menyembah atau mengangungkan tapi sekedar menghormati saja maka jawabannya adalah karena dengan melakukan demikian berarti sudah melakukan perbuatan yang menjadi kebiasaan orang-orang kafir terhadap pembesar-pembesar mereka. Wallahu a’lam.
Abu Ghozie As-Sundawie.