HUKUM ANAK KECIL LEWAT DIDEPAN ORANG SEDANG SHALAT
SOAL :
Bismillah Tadz
...ketika shalat jika ada yang lewat didepan kita harus kita cegah. Bagimana
kalau yang lewat tersebut anak kecil ? Syukran dari Umu Umair di Kuningan.
JAWAB :
Barokallahu fikum
...Umu Umair di Kuningan semoga istiqamah selalu. Tentang pertanyaan diatas ada
beberapa poin yang perlu diperhatikan :
(1)-Seorang Muslim
yang shalat sendirian, atau dia seorang Imam maka disyari’atkan memakai sutrah
dan mendekat kepada sutrah berdasarkan perintah Nabi shalallahu ‘alaihi
wasallam :
إِذا صلّى أحدكم إِلى
سترة؛ فليدْنُ منها، لا يقطع الشيطان عليه صلاته
“Apabila salah
seorang diantara kamu shalat maka menghadaplah kepada sutrah dan mendekatlah
kepadanya janganlah sampai shalatnya diputus oleh setan” (HR Abu Dawud : 695)
Dalam lafadz lain
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda ;
ليستترْ أحدُكم في الصلاة ولو بسهمٍ
“Hendaklah salah
seorang diantara kalian membuat sutrah (pembatas) dalam shalat meski hanya
dengan anak panah” (HR At-Tabrani, Al Kabir : 6539)
Adapun tentang hukum
sutrah sendiri ada khilaf diantara para ulama antara yang mengatakan sunnah dan
yang mengatakan wajib berdasarkan keumuman perintah Nabi shalallahu ‘alaihi
wasallam.
(2)-Bagi makmum
tidak ada kewajiban membuat sutrah, karena sutrahnya imam adalah sutrahnya
makmum.
Berdasarkan riwayat
ibnu abbas ketika masuk ke barisan makmum para sahabat melintas dihadapannya
disaat mereka sedang shalat bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam di
di mina (HR Abu Dawud : 715).
Dalam peristiwa di Arafah Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata :
جِئْتُ أَنَا وَالْفَضْلُ عَلَى أَتَانٍ، وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِالنَّاسِ بِعَرَفَةَ، فَمَرَرْنَا عَلَى بَعْضِ
الصَّفِّ، فَنَزَلْنَا وَتَرَكْنَاهَا تَرْتَعُ، فَلَمْ يَقُلْ لَنَا شَيْئًا
“Saya datang bersama al-Fadhl dengan naik keledai betina sementara
Nabi shalallahu alihi wasallam sedang shalat mengimami manusia di Arofah, lalu
kami melintasi (masuk) sebagian shaf lalu kami turun dan kami biarkan keledai
betina itu merumput sementara para sahabat tidak ada yang menegur kami” (HR
Ibnu Abi Syaibah :2887)
(3)-Bagi orang yang shalat sudah memaki sutrah maka ia terbebas dari
orang yang lalu lalang dihadapannya selama yang lalu lalang di luar sutrah.
Dari Abu Dzar, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Jika salah seorang dari kalian shalat dan memakai sutrah dengan yang seperti
tinggi pelana (kurang lebih satu hasta yaitu sekitar dari sikut sampai ujung
jari tengah), maka sesungguhnya ia telah menutupinya dari yang melewati (diluar
sutrah tersebut). Apabila tidak memakai sutrah maka shalatnya akan putus dengan
lewatnya keledai, wanita dan anjing hitam” (HR Muslim : 510)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda :
إذا وضع أحدكم بين يديه مثل مؤخرة الرحل فليصلِّ، ولا يبالِ من مَرَّ
وراء ذلك خرجه مسلم (499)، والترمذي (334)، وأبو داود (671).
“Apabila salah seorang diantara kalian meletakan sutrah seukuran
sandara pelana kendaraan (kurang lebih satu hasta) dihadapannya maka shalatlah
dan jangan perdulikan orang yang lalu lalang diluar sutrah” (HR Muslim : 499,
tirmidzi : 334, Abu dawud : 671)
(4)-Orang yang shalat wajib mencegah semampunya apabila ada orang
yang lewat dihadapannya dengan cara menghalangi jalannya atau mendorongnya.
Dari Abu sa’id Al-Khudri, ia berkata , Aku pernah mendengar
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “ Jika salah seorang diantara
kalian mengerjakan shalat dengan menghadap ke sutrah (sesuatu yang membatasinya
dari oarang yang lalulalang) lalu ada seseorang yang hendak berlalu
dihadapannya (didalam sutrah) maka hendaklah dia dorong orang tersebut, jika
orang itu bersikeras hendaknya perangi dia karena sesungguhnya ia adalah setan”
(HR Bukhari : 509, Muslim : 505)
Dalam lafadz lain disebutkan, “karena bersama dia itu ada (Jin) Qarin (setan)” (HR Muslim : 506).
(5)-Haram hukumnya melewati atau melintas dihadapan orang yang
sedang shalat. kecuali melintasi barisan makmum yang sedang shalat berjama’ah
maka ini dibolehkan. Sebagaimana disebutkan pada poin ke (2)
Dari Abu Juhaim, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “
Seandainya orang yang melintasi orang yang sedang shalat itu mengetahui dosanya
niscaya berdiri selama 40 itu lebih baik baginya daripada harus melintasi orang
yang sedang shalat” (HR Bukhari : 510, Muslim ; 507)
Salah seorang Perawi hadits ini yaitu Abu Nadhar mengatakan, “saya
tidak tahu apakah beliau mengatakan 40 hari, atau bulan atau tahun”
(6)-Yang dilarang melintas disini apakah termasuk anak-anak ? maka
jawabannya ada perbedaan pendapat pendapat diksalangan para ulama. Terbagi
kepada dua pendapat antara yang mengatakan boleh dan yang mengatakan tidak
boleh.
PENDAPAT PERTAMA :
Mereka berpendapat bahwa anak-anak tidak termasuk didalam larangan
karena ia bukanlah termasuk mukallaf (yang terkena beban kewajiban syari’at dan
tidak terkena dosa) Sebagaimana di fatwakan oleh syaikh Shalih Abdullah
Al-Fauzan hafidzahullah ketika ditanya tentang apa hukum anak kecil melintas
dihadapan orang shalat ? maka beliau menjawab :
Apabila dihadapan orang yang shalat ada sutrah yaitu sesutu yang tinggi seperti tembok atau batu atau tongkat dan yang semisalnya , maka tidak masalah lewat dihadapannya selama diluar sutrah tadi baik yang lewat anak kecil ataupun orang dewasa. Akan tetapi kalau dihadapan orang yang shalat tadi tidak ada sutrah maka haram bagi seseorang melintasi dihadapannya karena demikian besarnya ancamannya tentanng melintasi orang yang sedang shalat yaitu lewat diantara orang yang shalat dan sutrahnya, atau lewat dekat dihadapan orang yang shalat (kalau yang shalat tidak pakai sutrah), adapun anak kecil maka tidak masalah mereka melewati nya karena anak kecil bukan mukallaf yang tidak dicatat dosa bagi mereka
Syaikh Abu Malik Kamal Hafidzahullah mengatakan didalam kitabnya
shahih Fiqhis Sunnah :
مرور الجارية الصغيرة التي لم تحض لا يقطع الصلاة لأنه لا يقال لها
امرأة، فعن قتادة قال: لا تقطع المرأة صلاة المرأة، قال: وسئل هل يقطع الصلاة
الجارية التي لم تحض؟ قال: لا (أخرجه عبد الرزاق في المصنف (2/ 28) بسند صحيح إلى
قتادة).
Melintasnya Jariyyah (anak kecil perempuan) yang belum haid tidaklah
memutuskan shalat karena Jariyah (anak kecil perempuan) tidaklah disebut
Al-Mar’ah (wanita dewasa) seabagaimana riwayat dari Qatadah ia berkata,
“Serorang perempuan (yang melintas dihadapan orang yang shalat) yang juga
perempuan tidaklah membatalkan shalatnya, lalu beliau ditanya apakah putus
shalat seseorang yang dilintasi oleh jariyah (anak kecil perempuan) yang belum
haid ? jawabannya : tidak
PENDAPAT KEDUA :
Mereka berpendapat bahwa anak-anak termasuk didalam larangan dan
harus dicegah apabila mereka melintasi orang yang sedang shalat. Mereka
berdalil dengan keumuman larang melintas dihadapan orang yang sedang shalat.
Diantara dalil mereka yang lain adalah :
Dari Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya (Abdullah bin Amr bin Ash Radhiyallahu 'anhum) ia berkata :
هَبَطْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ
ثَنِيَّةِ أَذَاخِرَ فَحَضَرَتِ الصَّلَاةُ يَعْنِي فَصَلَّى إِلَى جِدَارٍ
فَاتَّخَذَهُ قِبْلَةً وَنَحْنُ خَلْفَهُ، فَجَاءَتْ بَهْمَةٌ تَمُرُّ بَيْنَ
يَدَيْهِ فَمَا زَالَ يُدَارِئُهَا حَتَّى لَصَقَ بَطْنَهُ بِالْجِدَارِ،
وَمَرَّتْ مِنْ وَرَائِهِ
Kami pernah bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menuruni
bukit Adzakhir (sebuah tempat antara tanah haram), kemudian tibalah waktu
shalat. Beliau mengerjakan shalat dengan menghadap suatu dinding yang
dijadikannya arah kiblat, sedangkan kami mengikuti beliau dari belakang, tiba-
tiba datanglah seekor anak kambing hendak lewat depan beliau, namun beliau
senantiasa mencegahnya, sehingga perut beliau hampir nempel di dinding, hingga
akhirnya anak kambing tadi berjalan di belakang dinding. (HR Abu Dawud : 708)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma ia berkata :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي
فَذَهَبَ جَدْيٌ يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْهِ فَجَعَلَ يَتَّقِيهِ
“Bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam pernah mengerjakan
shalat, lalu ada seekor anak kambing berjalan hendak lewat di depan beliau,
maka beliau menahannya” (HR Abu Dawud : 709)
Sisi pendalilannya disini adalah bahwasanya Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam mencegah supaya tidak melintasi shalat bukan hanya dari yang
berakal saja, akan tetapi juga termasuk yang tidak berakal seperti binatang.
Maka mencegah anak kecil untuk tidak melintas orang yang sedang shalat tentu
lebih utama.
Syaikh Abdullah bin Abdul ‘Aziz bin Baaz ditanya : Apakah wajib bagi
kita untuk mencegah anak kecil melintas dihadapan kita ketika didalam shalat
maka beliau menjawab :
نعم، لا يدع شيء يمر بين يديه يمنعه إذا تيسر ذلك، فإذا غلبه فلا شيء
عليه، لكن يمنعه، إذا مر الطفل أو الدابة كالغنم ونحوها يمنعها إذا تيسر ذلك، فإن
غلبه ذلك فصلاته صحيحة، ولا يقطعها إلا ثلاثة: المرأة البالغة، والحمار، والكلب
الأسود......
“Iya wajib dicegah siapapun atau sesuatupun melintas dihadapan orang
yang shalat kalau itu memudahkan baginya, kalau sulit sehingga tidak tercegah
maka tidak ada dosa baginya dan shalatnya tetap shah akan tetapi berusahalah
cegah apabila lewat ank kecil atau binatang misalnya seperti kambing dan yang
semisalnya sesuai kemampuannya, tapi kalau sulit maka tetap shalatnya shah,
tidak batal shalat kecuali dilintasi oleh tiga kelompok yaitu wanita dewasa,
keledai dan anjing hitam
(Lihat fatwa lengkapnya di : http://www.binbaz.org.sa/node/14355)
Dari kedua pendapat ini maka wallahu a’lam yang lebih menentramkan
hati adalah pendapat kedua
CATATAN :
(1) Kalau kita sudah berusaha mencegah orang lewat dihadapan kita
akan tetapi tetap dia lewat tanpa kemampuan kita untuk mencegahnya maka
shalatnya kita insya Allah tetap sempurna dan tetap shah.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata :
الإثم على المار أما أنت إذا كنت قد قمت بما أمرك به النبي عليه الصلاة
والسلام ولم تتمكن من دفع هذا المار فإن صلاتك لا تنقص
Dosanya atas orang yang lewat adapun anda apabila sudah berusaha
melaksanakan perintah Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam (mendorong dan mencegah)
maka sesungguhnya shalat anda tidaklah berkurang (Syarah Al-Mumti’)
(2) Sebagian para ulama memberikan keringanan tentang masalah
melintasi orang yang sedang shalat di masjidil haram. Akan tetapi bolehnya
disini kalau kondisi memang sulit menghindarinya.
Adapun kalau secara disengaja dan tanpa ada kebutuhan lalu melintasi
dihadapan orang shalat maka ini hukumnya tetap tidak boleh baik dimasjidil
haram ataupun di lain tempat selain masjidil haram.
Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah berkata, " Tidak
mengapa shalat di Makah (masjidil haram) tidak menghadap kepada sutrah,
diriwayatkan yang demikian itu dari Ibnu Az-Zubair, 'Atho, dan Mujahid.
Al-Atsram berkata, Imam Ahmad pernah ditanya, Bagaimana orang shalat di
masjidil haram tanpa menghadap ke sutrah ? beliau menjawab, telah diriwayatkan
dari Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau shalat (dimasjidil haram)
tanpa adanya sutrah antara beliau dan tempat towaf. Imam Ahmad berkata : Karena
makkah itu (hukumnya) berbeda dengan tempat lainnya seolah-seolah Makkah punya
kekhususan tersendiri (Al-Mughni 2/40)
Syaikh bin Baaz Rahimahullah berkata, ".... Akan tetapi apa
yang terjadi di Makkah (masjidil haram) dimaafkan (lewat dihadapan orang
shalat) pada sebagian pendapat ulama, karena seseorang sulit menghindarinya
disebabkan ramainya manusia lebih-lebih lagi pada musim haji, maka ini diantara
yang dimaafkan oleh agama dan termasuk yang dikecualikan oleh hadits (tentang
larangan melintas dihadapan orang shalat) (Majmu' Fatawa syaikh bin Baaz
17/152)
Bolehnya melintasi orang yang shalat di masjidil haram karena
kondisi yang sulit menghindarinya adalah juga yang difatwakan oleh majlis fatwa
Lajnah ad-Daaimah (lihat Fatawa Lajnah ad-Daaimah 7/82)
Akan tetapi tentunya tetap tidak boleh bergampang-gampang dalam
masalah sutrah ini walaupun di masjidil haram.
Sebuah pernyataan yang menentramkan hati dari fatwanya syaikh
Muhammad bin Shalih al- 'Utsaimin :
"Dan tidak
boleh bagi siapapun melintas dihadapan orang yang sedang shalat, baik
dimasjidil haram ataupun masjidin Nabawi atau masjid-masjid lainnya, ....dan
tidak ada dalam masalah ini dalil yang menentramkan hati tentang dibedakanya
antara masjidil haram dan masjid selainnya (tentang bolehnya melintasi orang
shalat dimasjidil haram), oleh karena itu Imam Bukhari membuat judul bab
didalam kitab shahih nya, Babus Sutrah fi makkata wa ghairiha (bab tentang
Disyari'atkan sutrah baik diMakkah ataupun ditempat lainnya) , maka dari itu
makkah adalah sama seperti negeri-negeri lainnya , demikian juga masjidil haram
sama seperti masjid lainnya (dalam masalah hukum sutrah) tidak boleh bagi
siapapun untuk melewati atau melintasi dihadapan orang yang shalat ( Durus wa
Fatawal Haram al-Makky 2/247-248)
ABU GHOZIE
AS-SUNDAWIE