Ustadz Unknown |

KAJIAN KITAB USHULUS SUNNAH - Bag : 3


 Al-Humaidi (bag 3)

(Muqadimah ke 3)
Ada 3 pembahasan :

[1] Mengenal kitab Ushulus sunnah
[2] Latar belakang penulisan kitab
[3] Kandungan Kitab secara keseluruhan
[1] Mengenal kitab Ushulus Sunnah :
Para ulama terdahulu menamakan kitab-kitab aqidah dengan nama sunnah. Karena lafadz sunnah kalau ditinjau dari istilah para ulama yang bergelut dalam pembahasan aqidah artinya adalah aqidah yang shahih yang bersih dari segala macam penyimpangan dinamakan sunnah juga karena masalah aqidah adalah masalah pokok agama dan orang menyelisihi serta yang tersesat didalam nya berada pada kebinasaan yang besar.

Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata :

السنة عبارة عما سَلِمَ من الشبهات في الاعتقادات خاصةً في مسائل الإيمان بالله، وملائكته، وكتبه، ورسله، واليوم الآخر. وكذلك في مسائل القدر، وفضائل الصحابة.

Sunnah adalah ungkapan untuk menunjukan aqidah yang selamat dari syubhat (kerancuan) dalam masalah aqidah (keyakinan) khususnya dalam masalah iman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir demikian juga dalam masalah taqdir dan keutamaan sahabat. (Kasyful Kurbah : 26-28)
Imam Syafi’i rahimahullah berkata :

القَوْل فِي السّنة الَّتِي أَنا عَلَيْهَا وَرَأَيْت عَلَيْهَا الَّذين رَأَيْتهمْ مثل سُفْيَان وَمَالك وَغَيرهمَا الْإِقْرَار بِشَهَادَة أَن لَا إِلَه إِلَّا الله وَأَن مُحَمَّدًا رَسُول الله وَأَن الله على عَرْشه فِي سمائه يقرب من خلقه كَيفَ شَاءَ وَينزل إِلَى السَّمَاء الدُّنْيَا كَيفَ شَاءَ وَذكر سَائِر الِاعْتِقَاد

Berbicara tentang Sunnah yang aku berkeyakinan diatasnya sebagaimana juga diyakini oleh orang-orang yang aku kenal seperti Sufyan dan Malik dan yang selain keduanya adalah menetapkan Syahadat Laa ilaaha illallah wa anna muhammadan Rasulullah, dan bahwasanya Allah berada distas ‘Arasy-Nya di atas langit, mendekat kepada makhluk-Nya sesuai dengan yang di kehendaki, turun ke langit dunia sesuai dengan yang di kehendaki, dan menyebutkan juga masalah-masalah lain dari aqidah” (Al-‘Uluw li ‘aliyil Ghofaar, Ad-Dzahabi hal. 120)

Secara umum Sunnah juga maknanya adalah petunjuk Nabi dan para sahabatnya berupa syri’at yang benar baik didalam masalah aqidah ataupun masalah ibadah. Dalam pengertian ini maka Sunnah lawannya adalah bid’ah.

Imam Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :

السُّنَّةُ هِيَ الشَّرِيعَةُ وَهِيَ مَا شَرَعَهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مِنْ الدِّينِ فَالسُّنَّةُ هِيَ مَا تَلَقَّاهُ الصَّحَابَةُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَلَقَّاهُ عَنْهُمْ التَّابِعُونَ ثُمَّ تَابِعُوهُمْ إلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

Sunnah adalah syari’at yaitu perkara agama yang disyari’atkan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka Sunnah itu adalah apa yang di terima oleh para sahabat dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam yang kemudian diterima oleh para Tabi’in lalu oleh para pengikutnya sampai hari kiamat” (Majmu’ Fatwa 3/358)

[2] Latar belakang penulisan kitab :
Secara umum yang melatar belakangi penulisan kitab-kitab aqidah oleh para ulama ahlus sunnah wal jama’ah adalah karena munculnya penyimpangan dan kesesatan didalam masalah aqidah yang diawali kemunculannya pada akhir generasi sahabat. Seperti munculnya kelompok sesat qadariyah yang mengingkari taqdir.

Yahya bin Ya’mar menuturkan : “Orang yang pertama kali bicara (nyeleneh) didalam masalah taqdir di bashrah (irak) adalah Ma’bad Al-Juhani. Kemudian aku dan Abdurahman Al-Himyari berangkat haji atau Umrah. Kita pun mengatakan, seandainya ketemu dengan salah seorang sahabat Nabi shalallahu alaihi wasallam maka nanti kita tanyakan tentang perkataan mereka tentang taqdir. Kebetulan kita ketemu dengan Abdullah bin Umar beliau sedang memasuki Masjid maka langsung saja kami mengandengnya salah satu diantara kami berada disebelah kananya dan yang lain disebelah kirinya, rekan ku sepertinya menyerahkan kepadaku untuk berbicara maka akupun langsung mengatakan kepada Ibnu Umar, “ Wahai abu abdirahman telah muncul di negeri kami orang yang (rajin) baca qur’an dan mendalami ilmu, akan tetapi mereka mengklaim tidak ada Taqkdir dan segala sesuatu terjadi dengan sendirinya. Maka Ibnu Umar mengatakan :

فَإِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي بَرِيءٌ مِنْهُمْ، وَأَنَّهُمْ بُرَآءُ مِنِّي وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ لَوْ أَنَّ لِأَحَدِهِمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، فَأَنْفَقَهُ مَا قَبِلَ اللهُ مِنْهُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ

“Apabila kalian bertemu dengan mereka sampaikanlah kepadanya bahwasanya aku berlepas diri dari mereka dan mereka pun berlepas diri dari aku, dan demi Allah yang jiwa Abdullah Ibnu Umar bersumpah, kalau seandainya salah seorang dari mereka berinfak sebesar gunung uhud berupa emas maka tidak akan diterima oleh Allah sehingga mereka beriman kepada Takdir” (HR Muslim : 8)

Demikianlah akhirnya para Ulama ahlus sunnah bangkit membuat kitab-kitab aqidah dalam rangka membantah penyimpangan kelompok kelompk sesat didalam masalah aqidah seperti kelompok Jahmiyah, Mu’tazilah, Asya’irah yang tersesat didalaam masalah asma dan sifat Allah, atau qadariyah dan jabriyyah yang menyimpang dalam masalah taqdir, atau kelompok khawarij yang menyimpang didalam masalah iman dan takfir (pengkafiran) kepada kaum muslimin diluar kelompoknya, termasuk syi’ah yang menyimpang hampir diseluruh masalah aqidah, disamping menjelaskan dan meluruskan aqidah yang benar yaitu aqidah salaf ahlus sunnah wal jama’ah kepada kaum muslimin.

[3] Kandungan isi dari kitab Ushulus Sunnah :
Secara garis besar kitab yang kecil mungil tapi sarat dengan faedah dan dijadikan rujukan didalam menetapkan aqidah ahlus sunnah wal jama’ah adalah terdiri dari 7 poin penting yaitu :

[a] Al-Imaanu bil Qodar (beriman kepada Taqdir)
[b] Ta’riful Iman (konsep Iman)
[c] Al-I’tiqad Fii Ashhabin Nabi shalallahu alaihi wasallam (keyakinan terhadap para sahabat Nabi          shalallahu alaihi wasallam)
[d] Al-Qur’an Kalamullah ghoiru Makhluq (Al-Quran adalah Kalamullah bukan makhluk)
[e] Al-Manhaj Fii Itsbatis Shifaat (metedo didalam menetapkan sifat Allah)[f] Rukyatul Mu’minina Lirobbihim Yaumal Qiyamah (Orang beriman akan melihat Allah pada hari        kiamat)
[g] Hukmu Murtakibil Kabiirah Min Ahlil Qiblah (hukum pelku dosa besar dari ahlul kiblat). Insya Allah berlanjut ke pembahasan matan (isi) kitab, 
wallahu A’lam.
Abu Ghozie As-Sundawie