LAGI SHALAT KELUAR DARAH
SOAL : Ustadz kalau
lagi shalat keluar darah dari hidung mimisan atau darah luka misalnya apakah
kita harus membatalkan shalatnya ? dari Dadang di Majalengka.
JAWAB :
Barokallahu fikum
akhil karim , Darah manusia hukumnya suci berarti tidak perlu kita membatalkan
shalat bahkan wajib di teruskan. Ini pernah terjadi pada zaman para sahabat
dimana mereka shalat lalu badannya terluka kena tusukan panah, dan mereka
melanjutkan shalatnya.
Diantara ulama yang
mengatakan darah hukumnya suci adalah diantaranya Imam Asy-Syaukani, syaikh
Shiddiq Khan, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dan Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-‘Utsaimin, diantara dalilnya adalah hadits dari Jabir ia berkata;
خَرَجْنَا مَعَ
رُسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْنِي فِيْ غَزْوَةِ ذَاتُ
الرِّقَاعِ فَأَصَابُ رُجُلٌ اِمَرأَةَ رَجُلٍ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، فَحَلَفَ
أَنْ لَا أَنْتَهِي حَتَّى أَهْرِيْقَ دَمًا فِيْ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ، فَخَرَجَ
يَتَّبِعُ أَثَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَزَلَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْزِلًا، فَقَالَ : مَنْ رَجُلٌ
يَكْلَؤُنَا؟ فَانْتَدَبَ رَجُلٌ مِنَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَرَجُلٌ مِنَ
الْأَنْصَارِ، فَقَالَ : كَوْنًا بِفَمِ الشِّعْبِ قَالَ: فَلَمَّا خَرَجَ
الرَّجُلَانِ إِلَى فَمِ الشِّعْبِ اضْطَجِعُ الْمُهَاجِرِي، وَقَامَ
الْأَنْصَارِي يُصَلِّي، وَأَتَى الرَّجُلُ فَلَمَّا رَأَى شَخْصُهُ عَرَفَ
أَنَّهُ رَبِيْئَةٌ لِلْقَوْمِ، فَرَمَاهُ بِسَهْمٍ فَوَضَعَهُ فِيْهِ، فَنَزَعَهُ
حَتَّى رَمَاهُ بِثَلَاثَةِ أَسْهَمٍ، ثُمَّ رَكَعَ وَسَجَدَ، ثُمَّ انْتَبَهَ
صَاحِبَهُ، فَلَمَّا عَرَفَ أَنَّهُمْ قَدْ نَذَرُوْا بِهِ هَرْبٌ، فَلَمَّا رَأَى
الْمُهَاجِرِي مَا بِالْأَنْصَارِي مِنَ الدَّمِ قَالَ : سُبْحَانَ اللَّهِ! أَلَا
أَنْبَهَتَنِيْ أَوَّلُ مَا رَمَى، قَالَ : كُنْتُ فِيْ سُوْرَةٍ أَقْرَؤُهَا
فَلَمْ أَحَبُّ أَنْ أَقْطَعَهَا.
“Kami keluar bersama
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pada perang Dzatur Riqa’. Seorang sahabat
(berhasil) menawan seorang wanita orang musyrik. (Maka suaminya) bersumpah
untuk tidak kembali hingga ia menumpahkan darah sahabat Muhammad shalallahu
alaihi wasallam.
Maka orang tersebut
keluar mengikuti jejak Nabi shalallahu alaihi wasallam. Kemudian Nabi a singgah
pada suatu tempat. Lalu beliau bersabda, “Siapa yang akan menjaga kami?” Maka
beliau mengutus seorang laki-laki dari Muhajirin dan seorang laki-laki dari
Anshar. Beliau bersabda, “Berjagalah didepan lereng gunung.” Ketika keduanya
telah keluar menuju depan lereng gunung, maka orang Muhajirin tidur.
Adapun orang Anshar
berdiri melakukan shalat. Maka datanglah suami (wanita musyrik) tersebut.
Ketika ia melihat ada seorang, dan ia mengetahui bahwa orang tersebut berjaga
untuk kaumnya, maka ia melemparkan anak panah (ke arahnya) dan mengenainya.
Maka (oleh sahabat Anshar) panah tersebut dicabutnya, hingga 3(tiga) kali
panahan.
Kemudian
ia ruku’ dan sujud, kemudian ia membangunkan sahabatnya. Karena ia khawatir
musuh akan menyelundup. Ketika sahabat Muhajirin melihatnya apa yang terjadi
pada sahabatnya Anshar, bahwa darahnya (terus mengalir), ia berkata,
“Subhanallah (Maha Suci Allah). Mengapa engkau tidak membangunkanku ketika awal
terjadi pemanahan?” ia menjawab, “Aku sedang membaca suatu surat dan aku tidak
ingin untuk memutuskannya.” (HR. Abu Dawud : 198)
Imam
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah juga berkata;
مَا زَالَ
الْمُسْلِمُوْنَ يُصَلُّوْنَ فِيْ جِرَاحَتِهِمْ
“Senantiasa kaum
muslimin tetap mengerjakan shalat dengan luka-luka (pada tubuh) mereka.”
Abu Ghozie
As-Sundawie