Ustadz Unknown |

SELESAI SHALAT MAKMUM HARUSKAH NUNGGU IMAM ?



SOAL :

Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh Afwan, ustadz. Mau tanya lagi. Ana Haidar Bamazru' dari Pasuruan. Bolehkah makmum bergeser atau berpindah tempat sebelum imam membalikkan badan menghadap makmum dalam sholat berjamaah?

JAWAB :

Dalam hal ini perhatikanlah poin-poin berikut :

[1] Diantara perkara sunnah bagi Imam adalah agar berpaling menghadapkan wajahnya kepada makmum pada saat sebelum shalat untuk mengatur shaf dan pada saat setelah salam ketika berdzikir.
Dari Anas bin Malik radliyallahu anhu berkata :

أَقْبَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَجْهِهِ قَبْلَ أَنْ يُكَبِّرَ فِي الصَّلَاةِ، فَقَالَ: " أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ، وَتَرَاصُّوا، فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي

“Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menghadapkan wajahnya kepada kami sebelum bertakbiratul ihram dalam shalat, maka beliau bersabda, “Luruskanlah shaf-shaf kalian dan rapatkanlah karena sesungguhnya aku melihat kalian dari belakang punggungku” (HR Bukhari : 719)

Dari Samurah bin Jundab radliyallahu anhu berkata :

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى صَلاَةً أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ

“Adalah rasulullah shalallahu alaihi wasallam apabila beliau (selesai) shalat beliau menghadapkan wajahnya kepada kami” (HR Bukhari : 845)

Atau ke sebelah kanan sebagaimana riwayat dari Al-Barra bin ‘Azib radiyyallahu anhu :

كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُونَ عَنْ يَمِينِهِ ، يُقْبِلُ عَلَيْنَا بِوَجْهِ
 .
Dari Al-barra bin ‘Azib ia berkata, “ kami apabila shalat dibelakang Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, menyukai untuk berada disebelah kanannya, karena beliau suka menghadap kesebelah kanan kalau selesai shalat”

[2] Memang ada ungkapan bahwa makmum itu tidak boleh terlebih dulu bangkit atau berpaling sebelum imamnya berpaling menghadap ke makmunya. Keyakinan ini insya Allah berawal dari kesalah fahaman terhadap hadits Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.

Hadits itu adalah :

عَنْ أَنَسٍ قَالَ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي إِمَامُكُمْ فَلَا تَسْبِقُونِي بِالرُّكُوعِ وَلَا بِالسُّجُودِ وَلَا بِالْقِيَامِ وَلَا بِالِانْصِرَافِ فَإِنِّي أَرَاكُمْ أَمَامِي وَمِنْ خَلْفِي ثُمَّ قَالَ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ رَأَيْتُمْ مَا رَأَيْتُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا قَالُوا وَمَا رَأَيْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ رَأَيْتُ الْجَنَّةَ وَالنَّارَ

Dari Anas radliyallahu anhu, dia berkata, "Pada suatu hari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam shalat bersama kami. Setelah selesai shalat, beliau menghadap kepada kami lalu bersabda, Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya aku adalah imammu. Karena itu, janganlah kamu mendahuluiku dalam melakukan ruku', sujud dan berdiri, dan mengakhiri shalat. Karena aku bisa melihat kalian dari arah depanku dan dari arah belakangku.'" Kemudian beliau bersabda, "Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya! Seandainya kalian bisa melihat apa yang aku lihat, kalian pasti sedikit tertawa dan banyak menangis." Para shahabat bertanya, "Apa yang engkau lihat wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Aku melihat surga dan neraka “ (HR Muslim : 426)

Kesalahannya pada lafadz “Inshiraf” yang secara bahasa memang artinya berpaling, maka diartikanlah Jangan mendahului aku dalam berpaling, artinya kalau aku belum berpaling maka kalian jangan berpaling terlebih dahulu.

Padahal yang dimaksud “Inshiraf” (berpaling) itu adalah salam, jadilah arti yang benar “ janganlah kalian mendahului aku dalam salam”. Arti inshiraf adalah salam sebagai mana didalam hadits Tasuban berikut :

عَنْ ثَوْبَانَ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ: «اللهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ»
“ Dari tsauban ia berkata, adalah rasulullah shalallahu alaihi wasallam apabila beliau berpaling dari shalatnya beristighfzr 3 kali lalu membaca : Allahumma Antas Salaam Waminkas Salaam, tabarokta Yaa Dzal Jalali wal Ikram” (HR Muslim : 591)

[3] Kesimpulan nya adalah makmum itu dianjurkan menunggu imamnya dan tidak mendahului berpaling setelah shalat akan tetapi anjuran disini bukan lah suatu kewajiban, hanya keutamaan saja, artinya makmum yang ada kepentingan dipersilahkan untuk keluar dari tempat shalatnya tanpa harus menunggu imamnya selesai berdzikir.

Ibnu Qasim As-Syafi’i rahimahullah berkata :

وَأَنْ يَمْكُثَ الْمَأْمُومُ فِي مُصَلَّاهُ حَتَّى يَقُومَ الْإِمَامُ مِنْ مُصَلَّاهُ إنْ أَرَادَهُ عَقِبَ الذِّكْرِ وَالدُّعَاءِ إذْ يُكْرَهُ لِلْمَأْمُومِ الِانْصِرَافُ ....قَالَ الْكُرْدِيُّ عَلَيْهِ وَظَاهِرُ كَلَامِهِ فِي الْإِيعَابِ أَنَّ انْصِرَافَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ خِلَافُ الْأَوْلَى لَا الْكَرَاهَةُ

Dan Makmum hendaklah tinggal ditempat shalatnya (maksudnya ketika selesai shalat) sehingga Imam berdiri dari tempat shalatnya apabila ia berkehendak untuk berdzikir dan berdo’a karena bagi makmum dimakruhkan berpaling sebelum Imamnya.. Al-Kurdi berkata, “ nampak pada pembicaraannya di kitab Al-I’ab bahwa berpalingnya makmum sebelum Imamnya, menyelisihi yang utama saja dan tidak sampai derajat makruh” ( Tuhfatul Muhtaaz 2/107), wallahu a’lam

Abu ghozie As-Sundawie