Bangun Masjid dari Bank?
Assalamualaikum,
apakah boleh minta sumbangan ke bank konvensional
untuk membangun masjid, mohon nasihat. Jazakallahu khoyron.
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa
ba’du,
Ada 2 pertimbangan untuk kasus menerima atau
mengajukan bantuan dari bank untuk pembangunan masjid.
Pertimbagan Pertama, hukum mengenai
menggunakan harta haram untuk membangun masjid.
Ulama berbeda pendapat mengenai hukum menggunakan
harta haram untuk membangun masjid.
Pendapat pertama, tidak boleh membangun
masjid dengan harta haram
Masjid memiliki keistimewaan, sehingga tidak boleh
dibangun dengan harta yang buruk, harta haram. Ini merupakan pendapat Hanafiyah
dan pendapat Ibnul Qosim dari Malikiyah. (Hasyiyah Ibnu Abidin, 2/593 &
al-Bayan wa Tahshil, 18/565).
Karena riba adalah harta buruk (al-Mal al-Khabits),
sehingga tidak layak untuk digunakan membangun baitullah, dalam rangka
melindungi tempat mulia ini dari semua yang buruk dan harta haram. (Ahkam
al-mal al-haram, hlm. 309)
Pendapat kedua, boleh membangun masjid
dengan harta haram yang diperoleh saling ridha, seperti riba.
Ini merupakan pendapat sebagian Hanafiyah, sebagian
Syafi’iyah, dan Ibnu Rusyd dari kalangan Malikiyah.
(Hasyiyah Ibnu Abidin, 2/292; al-Majmu’, 9/351; dan
al-Bayan wa at-Tahshil, 18/565)
An-Nawawi mengutip keterangan al-Ghazali,
قال الغزالي : إذا كان معه مال حرام
وأراد التوبة والبراءة منه – فإن كان له مالك معين – وجب صرفه إليه أو إلى وكيله ,
فإن كان ميتا وجب دفعه إلى وارثه , وإن كان لمالك لا يعرفه ويئس من معرفته فينبغي
أن يصرفه في مصالح المسلمين العامة , كالقناطر والربط والمساجد ، ونحو ذلك مما يشترك
المسلمون فيه , وإلا فيتصدق به على فقير أو فقراء
Al-Ghazali mengatakan,
Orang yang membawa harta haram dan ingin bertaubat
darinya, jika harta ini diketahui pemiliknya, wajib menyerahkannya kepada
pemilik atau yang mewakili. Jika pemiliknya telah meninggal, harta ini
diserahkan ke ahli warisnya. Jika tidak diketahui pemiliknya dan putus asa
untuk mencarinya, maka boleh disalurkan untuk kepentingan umum kaum muslimin,
seperti jembatan, masjid, atau semacamnya, yang menjadi milik bersama kaum
muslimin. Jika tidak memungkinkan, bisa disedekahkan kepada orang fakir.
(al-Majmu’, 9/351)
Tarjih:
Pendapat yang lebih mendekati bahwa harta haram, tidak
boleh disalurkan untuk masjid. Dengan pertimbangan,
Jika harta haram disalurkan untuk mendanai masjid, ini
akan menjadi celah untuk memuliakan dan menghargai harta haram. Sementara harta
haram tidak bisa menjadi sebab untuk dimuliakan dan dihormati.
Syaikhul Islam mengatakan,
فالواجب أن تصان بيوت الله عن هذا
المال الخبيث حتى لا يكون موضعاً للإكرام
Wajib untuk menjauhkan rumah Allah dari harta yang
buruk, sehingga harta ini tidak menjadi tempat yang dimuliakan. (Majmu’
al-Fatawa, 32/88).
Dulu masyarakat Jahiliyah ketika hendak membangun
ulang ka’bah, mereka mempersyaratkan, tidak boleh melibatkan harta haram.
Termasuk diantaranya hasil riba.
Ketika hendak membangun ka’bah, Abu Wahb bin Abid bin
imran bin Makhzum mengatakan,
يا معشر قريش لا تدخلوا في بنيانها من
كسبكم إلا طيباً، لا يدخل فيها مهر بغي، ولا بيع ربا، ولا مظلمة أحد من الناس
“Wahai orang Quraisy, jangan sampai melibatkan modal
untuk pembangunan ka’bah kecuali yang halal. Jangan melibatkan upah pelacur,
hasil transaksi riba, atau uang kedzaliman dari orang lain.” (Sirah Nabawiyah
Ibnu Hisyam)
Dari mana mereka memahami itu, sementara mereka tidak
memiliki al-kitab?
Jawabannya adalah nurani sehat yang Allah sisipkan
pada dirinya.
Pertimbagan kedua, masalah
permohonan donasi dari bank
Pada hakekatnya memohon bantuan tidak lepas dari unsur
menyetujui aktivitas yang dilakukan oleh donatur.
Sekalipun kita sama sekali tidak ada maksud untuk itu,
namun ini bisa membuat bank semakin merasa dihargai.
Ini tentu berbeda ketika bank yang menyerahkan. Karena
posisi mereka yang butuh penerima dana csr perusahaannya. Sementara ketika
takmir di posisi meminta, dipastikan unsur pengharagaan terhadap bank tidak
bisa dihilangkan.
Untuk itu, mengajukan donasi pembangunan masjid di
bank apapun, baik konvensional maupun berlabel syariah, sangat tidak
direkomendasikan. insyaaAllah masih banyak kaum muslimin yang bisa menyalurkan
dananya untuk pembangunan masjid. kalaupun nilainya terbatas, ini bisa
dilakukan secara bertahap.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits