BOLEHKAH BERSALAMAN DENGAN MANTAN MERTUA
SOAL :
Assalamualaikum,
ustadz bagaimana hukumnya berjabat tangan dengan orang tuanya mantan suami,
mohon penjelasannya dengan dalilnya. Dari Umu Salma di Jayapura.
JAWAB :
Wa’alaikum salam,
barokallahu fik Umu Salma semoga istiqamah...Sebelumnya perlu ditegaskan bahwa
tidak ada istilah mantan mertua akan tetapi yang ada adalah mantan istri atau
mantan suami. Karena mertua adalah termasuk mahram yang Muabbad (selamanya) karena
hubungan pernikahan.
Mahram
yang selamanya karena hubungan pernikahan itu ada 4 :
1. Isterinya bapak
(ibu tiri) terus ke atas
Para
ulama’ telah bersepakat bahwa wanita yang telah diikat dengan akad pernikahan
oleh bapak (semata-mata hanya adanya ijab qabul saja), maka haram untuk
dinikahi anaknya walaupun belum terjadi jima’. Hal ini berdasarkan firman Allah
Ta’ala :
وَلَا تَنْكِحُوْا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا
قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيْلًا.
“Dan janganlah
kalian menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh bapak-bapak kalian,
kecuali pada masa yang telah lalu. Sesungguhnya perbuatan itu sangat keji dan
dibenci oleh Allah. Dan ia adalah seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” (QS.
An-Nisa’ : 22).
Berkata
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah :
يُحَرِّمُ اللَّهُ
تَعَالَى زَوْجَاتُ الْاَبَاءِ تُكْرِمَةٌ لَهُمْ، وَإِعْظَامًا وَاحْتَرَامًا
أَنْ تُوْطَأَ مِنْ بَعْدِهِ، حَتَّى إِنَّهَا لِتُحَّرِمَ عَنِ الْاِبْنِ
بِمُجَرَّدِ الْعَقْدِ عَلَيْهَا، وَهَذَا أَمْرٌ مُجْمَعٌ عَلَيْهِ.
“Allah
Ta’ala mengharamkan isteri-isteri bapak sebagai bentuk penghormatan bagi para
bapak, pengagungan, dan pemuliaan, agar tidak digauli setelah bapaknya
(meninggal dunia). Bahkan isteri bapak tersebut tetap haram bagi anak(nya)
walaupun hanya dengan (diadakannya) akad nikah (bapaknya) atas wanita tersebut.
Dan ini adalah perkara yang telah disepakati (oleh para ulama’).” (Tafsirul
Al-Qur’anil ‘Azhim, 3/406).
Termasuk dalam
kategori ini adalah isterinya kakek dan seterusnya ke atas. Berkata Syaikh
‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah ;
أَيْ: لَا تَتَزَوَّجُوْا مِنَ النِّسَاءِ مَا تَزَوَّجُهُنَّ
آبَاؤُكُمْ أَيْ: اَلْأَبُ وَإِنْ عَلَا.
“Yaitu
janganlah kalian menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh bapak-bapak
kalian, yaitu; bapak dan (seterusnya) ke atas.” (Taisirul Karimir Rahman fi
Tafsir Kalamil Mannan, 1/294).
2.
Isterinya anak (menantu) terus ke bawah
Para ulama’
telah bersepakat bahwa isteri anak kandung menjadi haram bagi bapak hanya
dengan akad nikah anaknya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala ;
وَحَلَائِلُ
أَبْنَائِكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ
“(Dan
diharamkan bagi kalian) isteri-isteri anak kandung kalian.” (QS. An-Nisa’ :
23).
Termasuk
pula dalam kategori ini adalah isterinya cucu dari anak laki-laki maupun
perempuan, dan seterusnya ke bawah.
3.
Ibunya isteri (mertua) terus ke atas
Mertua
menjadi haram untuk dinikahi oleh seorang laki-laki setelah akad yang dilakukan
dengan anaknya, ini adalah pendapat Jumhur ulama’. Sebagaimana firman Allah
Ta’ala ;
وَأُمَّهَاتُ
نِسَائِكُمْ
“Dan
(diharamkan bagi kalian) ibu-ibu isteri kalian.” (QS. An-Nisa’ : 23).
Termasuk
pula dalam kategori ini adalah neneknya isteri dari ibu dan neneknya isteri
dari bapak, demikian seterusnya ke atas.
4.
Anaknya isteri dari suami lain (anak tiri) terus kebawah
Anak tiri menjadi mahram setelah terjadi jima’ dengan ibunya. Sehingga jika seorang laki-laki telah mengadakan akad nikah dengan ibunya namun belum terjadi jima’, maka ia boleh menikahi anak perempuan isterinya tersebut misalnya kalau ibunya dicerai atau meninggal . Ini adalah pendapat Jumhur ulama’. Berdasarkan firman Allah Ta’ala ;
Anak tiri menjadi mahram setelah terjadi jima’ dengan ibunya. Sehingga jika seorang laki-laki telah mengadakan akad nikah dengan ibunya namun belum terjadi jima’, maka ia boleh menikahi anak perempuan isterinya tersebut misalnya kalau ibunya dicerai atau meninggal . Ini adalah pendapat Jumhur ulama’. Berdasarkan firman Allah Ta’ala ;
وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ
اللَّاتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا
جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
“Dan
anak-anak isteri kalian yang dalam pemeliharaan kalian dari isteri yang telah
kalian jima’i. Tetapi jika kalian belum jima’ dengan isteri kalian (dan sudah
kalian ceraikan), maka tidak ada dosa atas kalian untuk menikahinya.” (QS.
An-Nisa : 23).
Termasuk
dalam kategori ini adalah cucu perempuan isteri dari anak perempuannya maupun
dari anak laki-lakinya, demikian seterusnya ke bawah.
Inilah 4 mahram yang
muabbad (selamanya) karena sebab pernikahan. Jadi dibolehkan bersalaman dan
boleh tidak berhijab, boleh berdua duaan dan bersafar dengan mereka.
Waallahu a’lam.
Abu Ghozie
As-Sundawie