Ustadz Unknown |

KAJIAN KITAB NAWAQIDHUL ISLAM (PEMBATAL KEISLAMAN)


Islam adalah Agama yang sempurna yang telah dipilih oleh Allah Ta'ala untuk para hamba-Nya. Agama yang telah diridhai-Nya dan Tidaklah diterima satupun agama, selain Islam. Maka barang siapa yang mencari agama selain islam, akan sia-sia dan menjadi orang yang merugi di dunia dan lebih-lebih lagi di akhirat.
Allah Ta'ala berfirman :

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”.[1]

Demikian juga dengan firman Allah Ta'ala :

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”.[2]

Dan sebagaimana Allah  Ta'ala telah memerintahkan hambanya untuk menjadikan islam sebagai pegangan hidup dalam beribadah, Allah  Ta'ala pun memperingatkan dan mengancam keras supaya tidak terjerumus kepada kesyirikan, kekufuran dan kemurtadan.

Allah Ta'ala berfirman :

وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.”[3]

Allah  Ta'ala juga berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَى لَهُمْ

“Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka.”[4]

Oleh karena itu wajib atas setiap muslim mempelajari pembatal Islam ini, dan tidak cukup mempelajari Tauhid saja, tapi penting juga mempelajari lawannya (syirik), supaya tidak terjerumus kepada kesyirikan atau kekufuran.
Idris al Khaulani rahimahullah dari Abu Hudzaifah bin al Yaman radhiyallahu anhu  dia mengatakan :

كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ شَرٌّ قَالَ نَعَمْ فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَسْتَنُّونَ بِغَيْرِ سُنَّتِي وَيَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ نَعَمْ قَوْمٌ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمَا تَرَى إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ فَقُلْتُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ عَلَى أَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ

“Bahwasanya orang-orang bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan sedangkan saya justru bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir akan menimpa pada diri saya. Lalu saya pun berkata kepada beliau, "Ya Rasulullah, sesungguhnya dahulu kami pernah berada dalam masa jahiliah dan keburukan. Kemudian Allah Ta'ala berkenan untuk menganugerahkan kebajikan ini kepada kami. Yang menjadi pertanyaan saya adalah apakah setelah kebajikan ini akan ada keburukan yang lain?" Rasulullah shalallahu alaihi wasallam  menjawab, 'Ya." Lalu saya bertanya lagi, "Apakah setelah kejahatan itu akan ada kebajikan yang lain?" Rasulullah shalallahu alaihi wasallam  menjawab, "Ya, tetapi sayangnya ada yang menodai." Saya bertanya lagi, "Apa itu yang menodainya?" Rasulullah menjawab, "Suatu saat kelak ada suatu kaum yang melaksanakan sunnah selain sunnahku, mencari petunjuk yang bukan petunjukku, dan di antara mereka ada yang telah kamu kenal dan ada pula yang belum kamu kenal.' Setelah itu saya bertanya lagi, "Apakah setelah kebajikan itu akan datang kejahatan yang lain?" Rasulullah shalallahu alaihi wasallam  menjawab, "Ya. Suatu saat kelak akan muncul da'i yang menyerukan ke pintu-pintu neraka jahanam. Barang siapa yang menyambut seruan tersebut, maka ia akan terjerumus ke dalamnya." Saya bertanya lagi, "Ya Rasulullah, jelaskanlah kepada kami siapakah mereka itu?" Rasulullah shalallahu alaihi wasallam  menjawab, "Mereka itu adalah suatu kaum yang kulitnya sama dengan kulit kita dan berbicara dengan menggunakan bahasa kita." Saya bertanya lagi kepada beliau, "Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut pendapat engkau jika hal itu sampai saya alami sendiri? Apa yang harus saya lakukan?" Rasulullah shalallahu alaihi wasallam  menjawab, "Kamu harus tetap bersama jama'ah kaum muslimin dan pemimpin mereka. Saya bertanya lagi, "Bagaimana seandainya kaum muslimin itu tidak memiliki jama'ah dan juga tidak memiliki seorang pemimpin?" Rasulullah a menjawab, "Kalau demikan keadaanya, maka kamu pun boleh mengasingkan diri. Meskipun kamu (tidak memperoleh makanan dan) hanya menggigit akar pohon hingga mati, dan engkau tetap pada sunnahku." [5]

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ

 “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala”.[6]

MAKNA ISLAM 
Islam memiliki dua makna :
Pertama : 

Islam dengan makna yang umum (Islamun ‘Am), yaitu Islam agamanya seluruh para Nabi dan Rasul Alaihis Salam dan seluruh umatnya yang beriman disebut Muslimun.

Definisinya adalah :

اَلْإِسْتِسْلاَمُ لِلَّهِ بِالتَّوْحِيْدِ وَالإِنْقِيَادُ لَهُ بِالطَّاعَةِ وَالبَرَاءَةُ مِنَ الشِّرْكِ وَأَهْلِهِ

“Berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk dengan melaksanakan ketaatan-Nya, dan berlepasdiri dari kesyirikan dan pelaku syirik”

Dalil Islam yang Umum:

وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلاَ تَمُوتُنَّ إَلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاء إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِن بَعْدِي قَالُواْ نَعْبُدُ إِلَـهَكَ وَإِلَـهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَـهاً وَاحِداً وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُون

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".[7]

وَإِذْ أَوْحَيْتُ إِلَى الْحَوَارِيِّينَ أَنْ آمِنُواْ بِي وَبِرَسُولِي قَالُوَاْ آمَنَّا وَاشْهَدْ بِأَنَّنَا مُسْلِمُونَ

“Dan (ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut 'Isa yang setia: "Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku". Mereka menjawab: Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)".[8]

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيّاً وَلاَ نَصْرَانِيّاً وَلَكِن كَانَ حَنِيفاً مُّسْلِماً وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik”.[9]

Kedua : 

Islam yang memiliki makna khusus (Islamun Khas) yaitu Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam  untuk semua manusia bahkan termasuk makhluk dari kalangan jin, Islam sebagai penghapus dan penutup agama sebelumnya.[10]

Dalil Islam yang khusus :

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.[11]

Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam  bersabda :

أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ قَبْلِي نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ لِي الْغَنَائِمُ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ

"Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada seorangpun dari Nabi-Nabi sebelumku; aku ditolong melawan musuhku dengan ketakutan mereka sepanjang sebulan perjalanan, bumi dijadikan untukku sebagai tempat sujud dan suci; maka dimana saja seorang laki-laki dari ummatku mendapati waktu shalat hendaklah ia shalat. Dihalalkan harta rampasan untukku, para Nabi sebelumku diutus khusus untuk kaumnya sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia, dan aku diberikah (hak) syafa'at".[12]

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”[13]

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعاً

“Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.”[14]

Allah Ta'ala berfirman :

وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَراً مِّنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِم مُّنذِرِينَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Qur'an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: "Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)". Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan.”[15]

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam  bersabda :

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

"Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, tidak seorangpun dari kalangan Yahudi atau Nasrani dari umat ini yang mendengar ajaranku, kemudian ia mati tanpa mengimani risalahku, kecuali ia tergolong penghuni neraka. " [16]

Definisi muslim :
المُسْلِمُ هُوَ مَنْ أَتَى بِالشَّهَادَتَيْنِ وَمُقْتَضَاهُمَا وَلَمْ يَأْتِيْ بِنَاقِضٍ

“Muslim adalah : Orang yang bersyahadat (Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah ), yang melaksanakan konsekwensinya dan tidak melakukan pembatal (syahadat)nya”.[17]

Makna Tauhid :

التَّوْحِيْدُ هُوَ: إِفْرَادُ اللَّهِ تَعَالَى بِالْعِبَادَةِ

“Tauhid adalah : Mengesakan Allah Ta'ala dalam beribadah”
Makna Syirik :
الشِّرْكُ هُوَ : صَرْفُ العِبَادَةِ لِغَيْرِ اللَّهِ

"Syirik adalah : Memalingkan ibadah kepada selain Allah”
Tidak boleh mudah mengkafirkan kepada kaum Muslimin sembarangan :
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam  bersabda :

مَنْ حَلَفَ بِمِلَّةٍ غَيْرِ الْإِسْلَامِ كَاذِبًا فَهُوَ كَمَا قَالَ وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ عُذِّبَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ وَلَعْنُ الْمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ وَمَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِكُفْرٍ فَهُوَ كَقَتْلِهِ

"Barangsiapa bersumpah dengan selain agama Islam secara dusta, maka dia seperti apa yang dia katakan, barangsiapa bunuh diri dengan sesuatu di dunia, maka dia akan disiksa di neraka Jahannam dengan sesuatu yang ia pergunakan untuk bunuh diri, barangsiapa melaknat seorang muslim maka ia seperti membunuhnya dan barangsiapa menuduh seorang muslim dengan kekafiran maka ia seperti membunuhnya."[18]

Abu Hurairah radhiyallahu anhu meriwayatkan dari Nabi shalallahu alaihi wasallam  beliau bersabda:

إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهِ أَحَدُهُمَا

"Apabila seseorang berkata kepada saudaranya; "Wahai kafir" maka bisa jadi akan kembali kepada salah satu dari keduanya." [19]

Dari Abu Dzar radhiyallahu anhu ia mendengar nabi shalallahu alaihi wasallam  bersabda :

لاَ يَرْمِيْ رَجُلٌ رَجُلاً بِالفُسُوْقِ، وَلَا يَرْمِيْهِ بِالكُفْرِ، إِلاَّ ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ، إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ

 “Tidaklah seseorang menuduh sodaranya dengan kefasikan atau kekufuran melainkan akan kembali kepadanya jika saudaranya tidak seperti yang dituduhkan”[20]

Imam Ibnu Daqiq al ‘Ied rahimahullah berkata :

وَهَذَا وَعِيْدٌ عَظِيْمٌ لِمَنْ أَكْفَرَ أَحَداً مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَلَيْسَ كَذَلِكَ، وَهِيَ وَرْطَةٌ عَظِيمَةٌ وَقَعَ فِيْهَا خَلْقٌ كَثِيْرٌ مِنَ الْمُتَكَّلِمِيْنَ، وَمِنَ المَنْسُوْبِيْنَ إِلَى السُّنَّةِ وَأَهْـلِ الْحَدِيْثِ لَمَّا اخْتَلَفُـوْا فِيْ العَقَائِدِ، فَغَلَظُوْا عَلَى مُخَالِفِيْهِمْ، وَحَكَمُوْا بِكُفْرِهِمْ

Dan (hadits) ini sebagai ancaman yang berat bagi yang (mudah) mengkafirkan individu dari kalangan kaum muslimin padahal (mereka )tidaklah seperti yang dituduhkan, dan merupakan kebinasaan yang besar yang banyak menimpa dari kalangan kelompok Ahlul Kalam (ahlul bid’ah) bahkan mereka yang menisbatkan dirinya kepada ahlus sunnah dan ahlul hadist  ketika ada perbedaan pendapat dalam masalah aqidah mereka bersikap keras kepada yang menyelisihinya lalu menghukuminya kafir”[21]

Kaidah penting dalam bahasan pembatal tauhid, supaya seseorang tidak terjerumus kepada penyimpangan seperti pemahaman Takfiri (mudah mengkafirkan saudaranya yang  Muslim), adalah :

مَنْ وَقَعَ فِيْ مُكَفِّرٍ أَوْ مُبَدِّعٍ أَوْ مُفَسِّقٍ فَلَا يَقَعُ الحُكْمُ عَلَيْهِ حَتَّى تَتَوَفَرَ الشُّرُوْطُ وَتَنْتَفِيْ المَوَانِعُ

“Barangsiapa yang terjerumus kepada kekafiran atau kebid’ahan atau kefasikan, maka dia (pelaku) tidak dihukumi atasnya, sehingga terpenuhi syarat – syaratnya, dan tidak ada penghalangnya”.[22]

Syarat-syaratnya   الشروط dan Penghalangnya    الموانع :

1-Berakal   اَلعَقْلُ     lawannya gila اَلجُنُوْنُ

عَنْ عَلِيٍّ y عَنْ النَّبِيِّ a قَالَ رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ

Dari Ali bin Abu Thalib radhiyallahu anhu dari Nabi shalallahu alaihi wasallam, beliau bersabda, “Diangkat pena (hukuman tidak berlaku) atas tiga hal: bagi orang yang tidur hingga ia terbangun, anak kecil hingga ia bermimpi (dewasa) dan orang yang gila hingga ia waras.”[23]

2-Baligh    البُلُوْغُ   lawannya belum baligh الصِّغَر :

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
Dari Ali bin Abu Thalib y dari Nabi shalallahu alaihi wasallam , beliau bersabda, "Diangkat pena (hukuman tidak berlaku) atas tiga hal: bagi orang yang tidur hingga ia terbangun, anak kecil hingga ia bermimpi (dewasa) dan orang yang gila hingga ia waras. "[24]

3-Mengetahui hukum   العِلْمُ lawannya kebodohan الجَهْلُ:

Abu hurairah radhiyallahu anhu berkata : Bahwasannya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :

رَجُلٌ لَمْ يَعْمَلْ حَسَنَةً قَطُّ لِأَهْلِهِ إِذَا مَاتَ فَحَرِّقُوهُ ثُمَّ اذْرُوا نِصْفَهُ فِي الْبَرِّ وَنِصْفَهُ فِي الْبَحْرِ فَوَاللَّهِ لَئِنْ قَدَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ لَيُعَذِّبَنَّهُ عَذَابًا لَا يُعَذِّبُهُ أَحَدًا مِنْ الْعَالَمِينَ فَلَمَّا مَاتَ الرَّجُلُ فَعَلُوا مَا أَمَرَهُمْ فَأَمَرَ اللَّهُ الْبَرَّ فَجَمَعَ مَا فِيهِ وَأَمَرَ الْبَحْرَ فَجَمَعَ مَا فِيهِ ثُمَّ قَالَ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ مِنْ خَشْيَتِكَ يَا رَبِّ وَأَنْتَ أَعْلَمُ فَغَفَرَ اللَّهُ لَهُ

"Dahulu ada seorang laki-laki yang tidak pernah berbuat baik sama sekali. Lalu ia berpesan kepada istri dan keluarganya, 'Wahai keluargaku, apabila aku meninggal dunia, maka bakarlah mayatku! Setelah itu, buanglah sebagian tubuhku di daratan dan sebagian lagi di lautan. Demi Allah, jika Allah mentakdirkan niscaya Dia akan menyiksaku dengan siksaan yang tidak pernah Dia timpakan kepada makhluk lain di dunia ini.' Ketika orang tersebut meninggal dunia, maka keluarganya pun melaksanakan pesannya, yaitu membakar jasadnya dan membuang sebagian ke daratan dan sebagian lagi ke lautan. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan daratan agar menyatukan jasad orang tersebut dan Allah pun memerintahkan lautan agar menyatukan jasad orang itu. Setelah jasad terkumpul menjadi satu kembali di alam barzakh, maka Allah pun bertanya kepadanya, "Hai hamba-Ku, mengapa kamu memerintahkan keluargamu untuk melakukan tindakan seperti itu?" Orang laki-laki itu menjawab, "Ya Allah ya Tuhaku, aku lakukan itu karena aku takut akan siksa-Mu, sedangkan Engkau adalah Dzat Yang Mahatahu." Akhirnya Allah pun mengampuninya”.[25]

Abdullah bin Abi Aufa rahimahullah berkata :

لَمَّا قَدِمَ مُعَاذٌ مِنْ الشَّامِ سَجَدَ لِلنَّبِيِّ a قَالَ مَا هَذَا يَا مُعَاذُ قَالَ أَتَيْتُ الشَّامَ فَوَافَقْتُهُمْ يَسْجُدُونَ لِأَسَاقِفَتِهِمْ وَبَطَارِقَتِهِمْ فَوَدِدْتُ فِي نَفْسِي أَنْ نَفْعَلَ ذَلِكَ بِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَا تَفْعَلُوا فَإِنِّي لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِغَيْرِ اللَّهِ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا وَلَوْ سَأَلَهَا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلَى قَتَبٍ لَمْ تَمْنَعْهُ
"Ketika Muadz datang dari Syam lalu bersujud kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam, beliau pun berkata, "Apakah ini wahai Muadz?" dia menjawab, "Aku tiba di Syam, dan aku melihat mereka bersujud kepada para uskup dan pendeta mereka, maka aku berpikir akan melakukannya kepadamu. Maka Rasulullah a bersabda, "Janganlah kalian lakukan itu, sesungguhnya kalau saja aku (boleh) memerintahkan seseorang bersujud kepada selain Allah, niscaya aku perintahkan istri agar bersujud kepada suaminya. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya! Seorang perempuan tidak dianggap telah melaksanakan hak Tuhannya sehingga ia melaksanakan hak suaminya, seandainya ia (suami) menginginkannya (istri), sementara ia berada di atas pelana hewan, maka hal itu tidak dapat mencegahnya.”[26]

4-Atas kehendaknya   الإِخْتِيَارُ  lawannya terpaksa    الإِكْرَاهُ :

Allah Ta'ala berfirman :

مَن كَفَرَ بِاللّهِ مِن بَعْدِ إيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ وَلَـكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْراً فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.”[27]

Abu Bakar Al Jashash dalam Ahkamul Qur’an  mengatakan : “Ayat ini sebagai sumber pendalilan bolehnya menampakkan ucapan kekufuran dalam kondisi terpaksa”[28]

Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma mengatakan :  “Ayat ini turun berkaitan dengan ‘Ammar bin yaasir radhiyallahu anhu ketika disiksa oleh orang-orang Musyrikin Makkah dipaksa untuk mengucapkan kata-kata kufur, mencaci Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan memuji sesembahan mereka, lalu dengan terpaksa dia ucapkan kata-kata kufur tersebut, dengan penuh penyesalan dia datang menghadap kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam , seraya mengatakan :

يَارَسُوْلَ اللَّهِ مَا تَرَكْتُ حَتَّى سَبَبْتُكَ وَذَكَرْتُ آلِهَتَهُمْ بِخَيْرٍ, قَالَ: «كَيْفَ تَجِدُ قَلْبَكَ ؟» قَالَ: مُطْمَئِناً بِاْلإِيْمَانِ, فَقَالَ «إِنْ عَادُوْا فَعُدْ»

“Wahai Rasulullah mereka tidak berhenti menyiksaku sehingga aku mencacimu dan memuji sesembahan-sesembahan mereka, Lalu nabi shalallahu alaihi wasallam bertanya : Bagaimana dengan hatimu?, ‘Ammar y menjawab : Hatiku tentram (tetap) dalam keimanan. Maka Nabi a bersabda : Kalau mereka paksa lagi kamu unutuk melakukan itu, lakukan (tidak apa-apa).”[29]

عَنْ أَبِي ذَرٍّ الْغِفَارِيِّ   رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُقَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ

“Dari Abi Dzar Al-Ghifari,y bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah memaafkanku dari umatku; kesalahan, lupa. dan yang terpaksa. " [30]

Al Ikroh (keterpaksaan) ada dua macam :

1-      Al Ikrohut Taam (keterpaksaan yang sempurna). yaitu apabila seseorang dipaksa terhadap sesuatu yang menyebabkan jiwanya melayang, atau anggota tubuhnya hilang atau rusak, atau disiksa yang menghantarkan kepada kebinasaan.

2-       Al ikrohun Naaqisu (yang tidak sempurna). Yaitu apabila seseorang dipaksa dengan diancam untuk dipakul, dicaci, diambil sedikit dari hartanya, yang memungkinkan untuk bersabar terhadap ancaman tersebut.

Syarat-syarat ikroh :
1-Al Mukrih (yang memaksa) mampu meberlangsungkan ancamannya.

2-Al Mukroh (yang dipaksa) tidak mampu mempertahankan dan membela dirinya dari bahaya yang mengancam baik dengan minta tolong, lari dan yang semisalnya.

3-Dugaan kuat yang diancamkan akan terjadi, walaupun belum dilangsungkan.

4-Hendaknya yang diancamkan yang membahayakan seperti dibunuh, atau disiksa dengan siksaan yang berat, adapun kalau pukulan-pukulan ringan, cacian dan perampasan sedikit harta maka tidaklah termasuk  udzur syar’i (keterpaksaan yang dianggap oleh syari’at).[31]

5-Sengaja  القَصْدُ  lawannya tidak sengaja   الخَطَأُ

عَنْ أَبِي ذَرٍّ الْغِفَارِيِّ    رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُقَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَإِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ

“Dari Abi Dzar Al-Ghifari,y bahwasanya Rasulullah a bersabda, "Sesungguhnya Allah memaafkanku dari umatku; kesalahan, lupa. dan yang terpaksa. " [32]

6. Diantara penghalang seseorang dihukumi kafir adalah adanya pemahan yang keliru atau salah dalam penafsiran terhadap suatu hukum atau dengan nama lain adanya Ta’wil :

Ta’wil memiliki dua pengertian :
Ta’wil yang baik yang bermakna Tafsir.
 Yaitu : menjelaskan terhadap suatu makna. Istilah ini dipakai oleh jumhur ulama ahli tafsir, seperti Al Imam Ibnu Jarir at Thobari 5 dan yang lainnya, terkadang mereka menggunakan kata Ta’wil yang maksudnya adalah tafsir, dan ini sebagaimana do’a Nabi a kepada Ibnu Abbas y :

اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِيْ الدين وعلِّمه التأويلَ

“Ya Allah fahamkan dia terhadap agama dan ajarkanlah (ilmu) ta’wil yakni Tafsir”[33]

Ta’wil yang tercela.
Yaitu maknanya :

صَرْفُ اللَّفْظِ عَنْ ظَاهِرِهِ إِلَى مَعْنىً يُخَالِفُ الظَّاهِرَ

"Memalingkan makna dari arti yang sebenarnya (dzohir) kepada makna yang menyelisihinya”.[34]

Dalam masalah ini telah berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 5 :

إنَّ المُتَأَوِّلَ الَّذِيْ قَصَدَ مُتَابَعَةَ الرَّسُوْلِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُكَفَّرُ بَلْ لَا يُفَسَّقُ إِذَا اجْتَهَدَ فَأَخْطَأَ وَهَذَا مَشْهُوْرٌ عِنْدَ النَّاسِ فِيْ المَسَائِلِ العَمَلِّيَةِ وَأَمَّا مَسَائِلُ العَقَائِدِ فَكَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ كَفَّرَ الْمُخْطِئِيْنَ فِيْهَا وَهَذَا القَوْلُ لَا يُعْرَفُ عَنْ أحَدٍ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ وَلَا عَنْ أَحَدٍ مِنْ أَئِمَّةِ  المُسْلِمِيْنَ وَإِنَّمَا هُوَ فِيْ الأَصْلِ مِنْ أَقْوَالِ أَهْلِ الْبِدَعِ

“Sesungguhnya orang yang (terjatuh) dalam Ta’wil dengan niat (baik) mengikuti Raulullah a maka dia tidaklah dihukumi kafir bahkan tidak difasikan apabila berijtihad dalam masalah-maslah amaliyah (ibadah) lalu keliru dalam ijtihadnya, hal ini telah masyhur dikalangan manusia. Adapun dalam hal kekeliruan aqidah kebanyakan manusia mengkafirkan (pula), maka perkataan ini tidak dikenal oleh seorangpun dari kalangan para sahabat, para tabi’in dan para imam (ulama) kaum muslimin, akan tetapi perkataan itu berasal dari perkataan ahlu bid’ah”.[35] 

Mereka berdalil dengan kejadian para sahabat yang tidak mengkafirkan Qudamah bin Madh’un y ketika minum khomer dengan meyakini kehalalannya, ia telah keliru dalam menafsirkan firman Allah c :

لَيْسَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوا إِذَا مَا اتَّقَوْا وَآمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ ثُمَّ اتَّقَوْا وَآمَنُوا ثُمَّ اتَّقَوْا وَأَحْسَنُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.[36]

Maka para sahabat tidak mengkafirkan Qudamah dan yang semisalnya secara langsung karena adanya ta’wil atau salah dalam memahami ayat tentang khomersehingga dating kepadanya penjelasan.[37]

Demikian juga para shahabat tidak mengkafirkan orang-orang khawarij yang telah menghukumi Ali bin Abi Thalib y kafir bahkan mereka telah membunuhnya, dikarenakan adanya ta’wil yang keliru tentang ayat Al Qur’an.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 5 mengatakan :

لَمْ تُكَفِرِ الصَّحَابَةُ الخَوَارِجَ مَعَ تَكْفِيْرِهِمْ لِعُثْمَانَ وَعَلِيِّ وَمَنْ وَالَّاهُمَا وَاسْتِحْلَالَهُمْ لِدِمَاءِ المُسْلِمِيْنَ المُخَالِفِيْنَ لَهُمْ

“Para shahabat tidak mengkafirkan orang-orang khawarij, padahal mereka mengkafirkan ‘Utsman dan ‘Ali dan yang loyal kepada keduanya, serta menghalalkan darah kaum muslimin yang tidak sepaham dengan mereka”.[38]

Lima hal penting (ad Daruriyatul khomsu) :

Agama Islam yang mulia sangat menjaga dan memperhatikan  lima hal pokok yang disebut dengan istilah : الضَّرُوْرِيَاتُ الخَمْس   (lima hal pokok dan urgen untuk dijaga dan dipelihara) yang lima itu adalah : Agama (Aqidah), Jiwa, Akal, Harta, dan Nasab (keturunan) dan kehormatan.

1-Agama (ad-Din) :
Islam sangat menjaga agama dengan adanya hukuman mati bagi orang yang murtad. Rasulullah a bersabda :

عَنْ عِكْرِمَةَ قَالَ أُتِيَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِزَنَادِقَةٍ فَأَحْرَقَهُمْ فَبَلَغَ ذَلِكَ ابْنَ عَبَّاسٍ فَقَالَ لَوْ كُنْتُ أَنَا لَمْ أُحْرِقْهُمْ لِنَهْيِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُعَذِّبُوا بِعَذَابِ اللَّهِ وَلَقَتَلْتُهُمْ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ

“Dari Ikrimah 5 mengatakan, beberapa orang Zindiq diringkus dan dihadapkan kepada Ali y, lalu Ali y membakar mereka. Kasus ini terdengar oleh Ibnu Abbas y, sehingga ia berujar; 'Kalau aku, aku tak akan membakar mereka karena ada larangan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam yang bersabda: "Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah, " dan aku tetap akan membunuh mereka sesuai sabda Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam: "Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah!"[39]

2-Jiwa (an-Nafs):
Untuk menjaga jiwa ini Islam mensyari’atkan hukum Qishash diatara hikmahnya agar kehidupan terjaga dan tidak mudah menumpahkan darah, Allah c berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh”.[40]

Adapun hikmahnya sebagaimana Firman-Nya :

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”.[41]

3-Aqal :
Diantara hikmah diharamkannya khomer adalah untuk menjaga aqal, oleh karena itu pula  Allah c mewajibkan untuk menegakan hukum cambuk bagi yang mengkonsumsinya.

4-Harta :
Demi menjaga harta Allah c mewajibkan menegakkan hukum potong tangan kepada yang mengambil harta manusia dengan cara yang bathil. Allah c berfirman :

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

 “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.[42]

5-Nasab dan kehormatan :
Untuk menjaga nasab maka Allah c mengharamkan zina, sekaligus mewajibkan untuk menegakan hukumannya dengan hukuman yang berat, bagi yang sudah pernah menikah ( muhshan) di rajam (dilempari batu sampai mati), bagi yang belum menikah dihukum dera/cambuk.

Adapun demi menjaga kehormatan atau harga diri maka bagi yang mencemarkan nama baik dengan menuduh berzina kepada wanita baik-baik tanpa mendatangkan 4 orang saksi, dihukum dengan hukum dera/cambuk, Allah c berfirman :

 وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik”.[43]

Murtad (Riddah):
Bentuk penjagaan seseorang terhadap agamanya adalah dengan menjauhi perkara-perkara yang akan membatalkan keislamannya. Pembahasan tentang pembatal Islam adalah mencakup juga bahasan tentang hukum Murtad (Ar-Riddah), karena Murtad itu adalah orang islam yang terjerumus kepada kekufuran baik berupa keyakinan, ucapan, perbuatan, atau keragu-raguan yang dengannya menjadi batal Islamnya apabila terpenuhi syarat-syaratnya dan tidak ada penghalangnya, oleh karena  itu para ulama mendefinisikan Murtad adalah :

المُرْتَدُ هُوَ الَّذِيْ يَرْجِعُ عَنْ دِيْنِهِ إِمَا بِقَوْلٍ أَوْ بِاعْتِقَادٍ أَوْ بِفِعْلٍ أَوْ بِشَكٍّ  أَوْ بِالتَّرْكِ 

“Murtad adalah Orang yang keluar dari agamanya bisa dengan sebab perkataan, perbuatan, keyakinan, keragu raguan, atau meninggalkan (berpaling)”.[44]
Dengan demikian jenis kekufuran atau kemurtadan itu ada berupa : keyakinan (al I’tiqod), ucapan (al qoul), perbuatan (al ‘Amal), keragu-raguan (as-Syakku), dan meninggalkan (at-Tarku).

Manusia dalam mensikapi Pembatal Islam terbagi kepada tiga golongan :

1-Golongan yang berlebihan (ghuluw/ifrath), yang mempelopori pemahaman ini adalah Firqoh sesat bernama Khawarij. Mereka mudah mengkafirkan saudaranya  tanpa ilmu dan bashiroh tidak sesuai dengan kaidah- kaidah yang benar, hal itu dikarenakan mereka mengambil dalil-dalil syari’at yang mutasyabih(samar) dalam hal Al Wa’id (ancaman-ancaman) dengan tidak membawanya kepada yang muhkam (jelas), seperti ayat tentang dosa membunuh dengan sengaja, menurut mereka ia adalah kafir, keluar dari Islam dan kekal dalam neraka, berdalil dengan firman Allah  q :

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya”.(QS An Nissa : 93).

Jawaban atas pendalilan mereka adalah sebagaimana dijelaskan para Ulama Rahimahumullah :

1-Maksud dari “mereka kekal didalam neraka” (Kholidina Fiha) bagi pelaku perbuatan dosa besar selain syirik seperti membunuh sebagaimana dalam ayat diatas adalah : Berdiam dengan jarak yang lama (al muktsu at Thowilu).

2-Al Imam Ibnu Qoyyim 5 berkata :

لاَ يَلْزَمُ مِنْ وُجُوْدِ مُقْتَضَى الْحُكْمِ وُجُوْدُ الْحُكْمِ إِذْ وُجُوْدُ الْحُكْمِ لَا بُدَّ مِنَ اسْتِفَاءِ شُرُوْطِهِ وَانْتِفَاءِ مَوَانِعِهِ وَالتَّوْحِيْدُ مَانِعٌ مِنْ مَوَانِعِ الْخُلُوْدِ فِيْ النَّارِ

“Keberadaan konsekwensi hukum itu tidak mengharuskan adanya hukuman, karena hukuman itu berlaku harus terpenuhi syarat-syaratnya dan tidak ada penghalangnya, sedangkan tauhid adalah penghalang kekalnya seseorang didalam neraka”.[45]

Anas bin Malik y meriwayatkan dari Nabi a beliau bersabda :

يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ النَّارِ بَعْدَ مَا مَسَّهُمْ مِنْهَا سَفْعٌ فَيَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ فَيُسَمِّيهِمْ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَهَنَّمِيِّينَ

"Ada sekelompok kaum yang wajahnya terlihat kehitam-hitaman keluar dari neraka setelah di lahap api, kemudian mereka masuk surga, penghuni surga menjuluki mereka jahannamiyun (mantan penghuni jahannam)."[46]
Rasulullah a juga bersabda :

إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ وَأَهْلُ النَّارِ النَّارَ يَقُولُ اللَّهُ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ فَأَخْرِجُوهُ فَيَخْرُجُونَ قَدْ امْتُحِشُوا وَعَادُوا حُمَمًا فَيُلْقَوْنَ فِي نَهَرِ الْحَيَاةِ فَيَنْبُتُونَ كَمَا تَنْبُتُ الْحِبَّةُ فِي حَمِيلِ السَّيْلِ أَوْ قَالَ حَمِيَّةِ السَّيْلِ وَقَالَ: أَلَمْ تَرَوْا أَنَّهَا تَنْبُتُ صَفْرَاءَ مُلْتَوِيَةً

"Jika penghuni surga telah memasuki surga, dan penghuni neraka memasuki neraka, Allah berfirman; 'siapa saja yang dalam hatinya masih terdapat sebiji sawi keimanan, keluarkanlah dia dari neraka, ' maka mereka pun keluar setelah mereka terbakar dan menjadi abu, selanjutnya mereka dilempar ke sungai kehidupan sehingga mereka tumbuh sebagaimana biji-bijian tumbuh di tepi aliran sungai" atau ia mengatakan dengan redaksi "dalam permukaan aliran sungai", dan Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tidakkah kalian melihat bahwa biji-bijian itu tumbuh kuning melingkar"[47]

Dalil yang menunjukan bahwa Ahlut Tauhid tidak kekal didalam Neraka adalah Hadits Abu Hurairah y dimana Rasulullah a bersabda :

لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِيٍّ دَعْوَتَهُ وَإِنِّي اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِيَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا

“Setiap nabi memiliki doa mustajab, setiap nabi telah menggunakan do'a tersebut namun aku menyimpan doa itu untuk memberikan syafaat bagi umatku pada hari kiamat. Syafa'at tersebut insya Alah akan sampai kepada ummatku yang mati tanpa menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun”.[48]

Kelompok ini tidak memperhatikan ayat :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”.[49]

Dalam ayat ini pembunuh masih disebutkan adanya hubungan saudara seagama dengan yang dibunuhnya, tidak dihukumi Kafir.

2-Golongan yang meremehkan (taqshir/tafrith)  mereka adalah kelompok Murji’ah yang mengatakan, Iman cukup dihati saja, tanpa perlu adanya amal, mereka berprinsip “Maksiyat itu tidak membahayakan Iman, sebagaimana Ketaatan tidak berguna apabila adanya kekufuran”, orang yang melakukan kesyirikan atau amalan kekufuran menurut mereka tidak membatalkan iman.Hal ini disebabkan mereka mengambil dalil-dalil yang mutasyabih (samar) dalam hal Al Wa’du (janji-janji) tidak membawanya kepada yang Muhkam (jelas) seperti Hadist :

مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إلهَ إلَّا اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ....

“Barang siapa yang akhir ucapannya Laa ilaaha illallah maka ia masuk surga…..

إنَّ الله حرَّمَ على النار من قال لا إله إلا الله.....

“Sesungguhnya Allah q mengharamkan neraka bagi yang mengucapkan Laa ilaaha illallah…..

3-Golongan adil dan tengah tengah (washath), antara Khowarij dan Murji’ah, yaitu Ahlus sunnah wal jama’ah, yang menyatakan bahwa kekafiran, kemusyrikan dan kemunafikan itu ada dua, besar dan kecil, sedangkan dosa dosa selain syirik, pelakunya tidak dikafirkan dan di akhirat dibawah kehendak Allah q.Pemahaman ini diambil dari penggabungan dua sisi dalil dalil dari Al Quran dan Sunnnah, mereka tidak berprinsip memakai satu dalil lalu membuang dalil yang lainnya, inilah pemahamannya Salafus shaleh yaitu Nabi a dan para sahabatnya o.

Sebagian Ulama salaf mengatakan :

مَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِاْلخَوْفِ فَقَطْ فَهُوَ خَارِجِيٌّ وَمَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِالرَّجَاءِ فَقَطْ فَهُوَ مُرْجِيءٌ وَمَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِالْحُبِّ فَقَطْ فَهُوَ صُوْفِيٌّ وَمَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِالْخَوْفِ وَالرَّجَاءِ وَالْحُبِّ فَهُوَ مُوَحِّدٌ سُنِّيٌّ
]
“Barang siapa yang beribadah kepada Allah q hanya diiringi rasa takut saja, maka ia adalah Khowarij, barangsiapa yang ibadahnya hanya diiringi rasa harap saja, maka ia adalah orang Murji’ah, barangsiapa yang ibadahnya hanya diiringi rasa cinta saja, maka ia adalah orang Tasawuf, tetapi barangsiapa yang beribadah kepada Allah q dengan diiringi ketiga-tiganya (takut,harap dan cinta) maka ia adalah orang yang bertauhid dan ahlus sunnah”[50]

Adapun pembatal Islam yang dijelaskan oleh para Ulama berjumlah sepuluh pembatal, walaupun jumlah ini bukan batasan, karena pembatal – pembatal Islam itu sangatlah banyak, bahkan bisa mencapai ratusan dan ini telah dijelaskan oleh para ulama dalam kitab – kitab mereka, baik kitab-kitab aqidah bahkan dalam kitab kitab fiqih pun  ada bahasan tentang hukum Riddah atau murtad. Hanyasaja disebutkan sepuluh pembatal karena dengan alasan :

1-Pembatal-pembatal yang disebutkan adalah yang paling banyak manusia     
   terjerumus kedalamnya.

2-Pembatal-pembatal yang disebutkan yang paling berbahaya.

3-Pembatal-pembatal yang disebutkan adalah yang telah disepakati oleh para 
   ulama.

[1] QS Al-Maidah : 3.
[2] QS Ali Imran : 85.
[3] QS Al-Maidah : 5.
[4] QS Muhammad : 25.
[5] HR Muslim 6/20
[6] QS Ibrahim : 35.
[7]QS al Baqarah : 132-133.
[8] QS al Maidah : 111.
[9] QS ali Imran : 67.
[10] Syarah ushulut tsalatsah, 20, syaikh Muhammad al ‘utsaimin.
[11] QS ali Imran : 85.
[12] HR Bukhari : 419, Muslim : 521.
[13] QS al Maidah : 3.
[14] QS al A’raf : 158.
[15] QS al Ahqaf : 29.
[16] HR Muslim : 20, dari sahabat Abu hurairah y
[17] Syarah ushulut tsalatsah, 34, Abdullah bin Sa’ad Abu Husain.
[18] HR Bukhari : 5640.
[19] HR Bukhari : 5638.
[20] HR Bukhari : 6045.
[21] Ihkamul Ihkam syarah Umdatul ahkam 4/76.
[22] Mukhtashorul kalam fi syarhi nawaqidhil islam, 6.
[23] HR Abu Dawud : 4403.
[24] HR Abu Dawud : 4403.
[25] Mukhtashar Shahih Muslim : 1943.
[26] HR Ibnu Majah : 1853, Al Irwa'  (7/55-56), Al Adab (178), Ash-Shahihah :1203.
[27] QS an Nahl : 106.
[28] Ahkamul Qur’an 3/192.
[29] Shohih Tafsir Ibnu Katsir 2/605,syaikh Musthafa al ‘Adawie
[30] HR Ibnu Majah : 2043, shahihul jaami’ no : 1727.
[31] Ittihaful Afham syarah Nawaqidlul Islam : 10.
[32] HR Ibnu Majah : 2043, shahihul jaami’ no : 1727.
[33] HR Ahmad : 2397.
[34] Tauhid Asma’ wa Shifat, syaikh Muhammad al-Hammad:40.
[35] Minhajus sunnah : 5/239.
[36] QS Al Maidah : 93.
[37] HR Abdurozaq 9/240, Ibnu Abi Syaibah 9/546, Al baihaqi 8/16.
[38] Majmu’ Fatawa 3/282, Minhajus sunnah 5/95.
[39] HR Bukhari : 3017.
[40] QS Al Baqarah : 178.
[41] QS Al Baqarah : 179.
[42] QS Al Maidah : 38.
[43] QS An Nuur : 4.
[44] Taisir ‘Allam bitalkhis syarhi Nawaqidhil Islam, Hanan binti ‘ali Al Yamani, 19.
[45] Madarijus salikin, diambil dari kajian syarah Sohih bukhori syaikh Hamad bin Ibrahim al ‘Utsman
[46] HR Bukhari : 6074.
[47] HR Bukhari : 6075.
[48] HR Muslim : 95.
[49] QS Al-Baqarah : 178.

[50] Majmu’ul fatawa 1/95.