Ustadz Unknown |

MENGQADHA SHALAT SUNAH QABLIYAH SUBUH


SOAL :
Assalamu’alaikum Ustadz apakah ada shalat qabliyah subuh yang ketinggalan tanpa sengaja bisa diganti setelah subuhnya ? Jazakallah khair dari Ibnu Sulaiman di Rajadanu, Kuningan

JAWAB :
Barokallahu fikum Akhuna Ibnu Sulaiman, semoga istiqamah diatas sunnah. Terkait pertanyaan antum maka kita katakan bahwa Shalat sunnah qabliyah shubuh memiliki keutamaan yang luar biasa sebagaimana Sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam :

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

Dua rakaat (sebelum) subuh lebih baik daripada dunia dan seluruh isinya (HR Muslim : 725)

Oleh karena Rasulullah shalallahu alaihi wasallam begitu memperhatikan shalat dua rakaat sebelum fajar ini. Aisyah radhiyallahu anha mengatakan :

لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى شَيْءٍ مِنَ النَّوَافِلِ أَشَدَّ مِنْهُ تَعَاهُدًا عَلَى رَكْعَتَيِ الفَجْرِ

Tidak ada shalat sunnah yang benar-benar diperhatikan (dijaga) oleh Nabi shalallahu alihi wasallam daripada dua rakaat shalat sunnah qabliyah subuh (HR Bukhari : 1169, Muslim : 724)

Dalam lafadz lain Aisyah radhiyallahu juga berkata :

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَدَعُ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الغَدَاةِ

Bahwasanya Nabi shalallahu alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan empat rakaat sebelum dzuhur dan dua rokaat sebelum shalat subuh (HR Bukhari : 1182)

Dalam lafadz lain, “Rasulullah shalallahu alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan dua rakaat shalat sebelum subuh selamanya” (HR Bukhari : 1159, Muslim : 724)

Oleh karena demikian agungnya shalat dua rakaat sebelum subuh ini , maka apabila seseorang terluput melaksanakannya pada waktunya, dia dianjurkan untuk mengqadhanya setelah shalat subuh.

Adapun pelaksanaannya ada khlilaf dikalangan para ulama antara melaksanakannya setelah shalat subuh langsung atau menunggu setelah matahari terbit.

[1] Boleh melaksanakannya langsung setelah shalat subuh. Inilah madzhabnya Syafi’iyyah dan Hanbaliyah . Dalilnya adalah sebagaimana riwayat dari Qais bin ‘Amer ia berkata :

خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ، فَصَلَّيْتُ مَعَهُ الصُّبْحَ، ثُمَّ انْصَرَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَنِي أُصَلِّي، فَقَالَ: «مَهْلًا يَا قَيْسُ، أَصَلَاتَانِ مَعًا»، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي لَمْ أَكُنْ رَكَعْتُ رَكْعَتَيِ الفَجْرِ، قَالَ: «فَلَا إِذَنْ

Rasulullah shalallahu keluar rumah, lalu iqamah shalat dikumandangkan. Maka sayapun shalat subuh bersama beliau. Lalu nabi shalallahu alaihi wasallam berpaling mendapatiku shalat. Beliau bersabda, Tunggu wahai Qais apakah shalat subuh dua kali ? Maka aku menjawab, Wahai Rasulullah tadi aku belum shalat sunnah qabliyah subuh. Beliau bersabda, “kalau begitu tidak apa-apa” (HR Tirmidzi : 1154, Shahih Sunan Abi Dawud 1/136)

Dalam lafadz lain “Rasulullah shalallahu alaihi wasallam terdiam” (HR Abu Dawud : 1267)

[2] Melakukan qadha shalat sunnah qabliyah subuh yang terluput tidak boleh langsung setelah shalat subuh akan tetapi menunggun setelah matahri naik. Ini pendapatnya Hanafiyyah dalilnya berdasarkan keumuman larangan shalat setelah shalat subuh sampai terbitnya matahri.

Dari Abu Sa’id radhiyallahu anhu , Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :

لاَ صَلاَةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ، وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ العَصْرِ حَتَّى تَغِيبَ الشَّمْسُ

“Tidak ada shalat setelah shalat subuh sampai matahari meninggi, dan tidak ada shalat setelah shalat ashar sampai matahari tenggelam”. (HR Bukhari : 586)

Juga didasarkan pada hadits Abu Hurairah Ia berkata :

نَامَ رَسُولُ اللهِ - صلى اللهُ عليه وسلَّم - عَن رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ، فَقَضَاهُمَا بَعْدَمَا طَلَعَتْ الشَّمْسُ

“Nabi shalallahu alaihi wasallam pernah tertidur hingga tidak sempat mengerjakan dua rakaat sebelum subuh lalu beliau mengqadhanya setelah matahari terbit” (HR Ibnu Majah : 155, dishahihkan oleh syaikh Al-Albani di kitab shahih Ibnu Majah 1/90)

Dan dalil yang secara khusus ada larangan terkait qadha shalat sunnah qabliyah subuh yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :

مَنْ لَمْ يُصَلِّ رَكْعَتَيِ الفَجْرِ فَلْيُصَلِّهِمَا بَعْدَ مَا تَطْلُعُ الشَّمْسُ

“ Barang siapa yang belum shalat dua rakaat sebelum subuh maka hendaklah dia shalat setelah terbit matahri” (HR Tirmidzi : 423)

Tentang masalah ini syaikh Al-‘Utsaimin berkata :

وتكون قبل الصلاة كما هو معروف لكن إذا جئت والإمام في صلاة الفجر وأنت لم تصلها فصلها بعد أن تفرغ من الصلاة وأذكارها ولا حرج عليك في هذا وإن أخرتها إلى ما بعد طلوع الشمس وارتفاعها قدر رمح فلا بأس بذلك إلا أن تخاف من نسيانها أو الانشغال عنها فصلها بعد صلاة الفجر. فتاوى نور على الدرب موقع الشيخ ابن عثمين

“(Shalat sunnah subuh) dilakukan sebelum shalat fardlu subuh sebagaimana yang telah diketahui akan tetapi kalau seandainya engkau datang (ke masjid) sementara Imam sedang shalat dan engkau belum melaksanakan shalat sunnah qabliyah subuh maka shalatlah setelah engkau shalat subuh dan wiridnya tidak masalah dalam masalah ini, dan seandainya engkau akhirkan sampai terbit matahari meninggi seukuran tombak juga tidak mengapa hanya saja kalau (dengan mengakhirkan itu) khawatir lupa atau sibuk maka shalatlah setelah shalat subuh langsung” (Fatwa Nurun ‘Alad Darb, syaikh Al-‘Utsaimin)
Dalam kesempatan lain beliau rahimahullah berkata :

(قضاء سنة الفجر بعد صلاة الفجر لا بأس به على القول الراجح ، ولا يعارض ذلك حديث النهي عن الصلاة بعد صلاة الفجر؛ لأن المنهي عنه ، الصلاة التي لا سبب لها، ولكن إن أخر قضاءها إلى الضحى ، ولم يخش من نسيانها ، أو الانشغال عنها فهو أولى.

“Mengqadha shalat sunnah qabliyah subuh yang dilakukan setelah shalat subuh langsung adalah tidak mengapa berdasarkan pendapat yang kuat, dan tidak bertentangan dengan hadits larangan shalat setelah shalat subuh, karena yang dilarang itu adalah shalat mutlaq (shalat yang tidak ada sebabnya), akan tetapi kalau mengakhirkannya sampai waktu dhuha (terbit matahari dan meninggi seukuran tombak) dan tidak dikhawatirkan lupa atau tersibukan darinya maka itu lebih utama” (situs Syaikh al-‘Utsaimin pertanyaan no. 915)

Syaikh Bin Baaz rahimahullah juga berkata :

إذا لم يتيسر للمسلم أداء سنة الفجر قبل الصلاة ، فإنه يخير بين أدائها بعد الصلاة أو تأجيلها إلى ما بعد ارتفاع الشمس ، لأن السنة قد ثبتت عن النبي صلى الله عليه وسلم بالأمرين جميعا ، لكن تأجيلها أفضل إلى ما بعد ارتفاع الشمس لأمر النبي صلى الله عليه وسلم بذلك ، أما فعلها بعد الصلاة فقد ثبت من تقريره عليه الصلاة والسلام ما يدل على ذلك"

Jika seorang Muslim ada halangan melakukan shalat sunnah qabliyah subuh sebelum shalat, maka dia boleh memilih untuk melakukannya setelah shalat subuh langsung atau menunggu setelah matahari terbit dan meninggi karena hadits (tentang masalah ini) telah shahih menunjukan kedua-duanya. Akan tetapi mengakhirkannya sampai matahri terbit lebih afdhal berdasarkan perintah Nabi shalallahualaihi wasallam. Adapun kalau perbuatan maka ditunjukan oleh taqrir (persetujuan Nabi atas perbuatan sahabat)” (Majmu’ Al-Fatawa Bin Baaz 11/373)

Ada penjelasan syaikh abdullah bin Abdul Azizi Al-Aqil yang menarik didalam fatwanya ketika beliau ditanya tentang maslah ini :

وحديث قيس مرسل قاله أحمد، والترمذي؛ لأنه يرويه محمد بن إبراهيم عن قيس، ولم يسمع منه. وروي من طريق يحيى بن سعيد عن جده. وهو مرسل أيضا، ورواه الترمذي. قال: قلت: يا رسول الله، إني لم أكن ركعت ركعتي الفجر. قال: "فلا إذا". وهذا يحتمل النهي. وإذا كان الأمر هكذا، كان تأخيرها إلى وقت الضحى أحسن؛ لنخرج من الخلاف ولا نخالف عموم الحديث. وإن فعلها فهو فجائزوالله أعلم.

Dan Hadits Qais adalah mursal sebagaimana dikatakan oleh Ahmad dan Tirmidzi karena didalam sanadnya ada rawi Muhammad bin Ibrahim menerima dari Qais, sementara ia tidak mendengar dari Qais. Dan diriwayatkan dari jalan Yahya bin Sa’id dari kakeknya, riwayat inipun mursal juga. Dan diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Berkata, “Wahai Rasulullah aku tadi belum shalat qabliyah subuh”. Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Falaa Idzan” artinya : kalau begitu jangan kamu lakukan, dan ini dibawa kepada pemahaman adanya larangan. Jika masalahnya demikian maka mengakhirkannya sampai dhuha ( terbit matahari) itu lebih baik agar keluar dari perselisihan dan tidak menyelisihi keumuaman larangan hadits, walaupun melakukannya setelah shalat subuh langsung juga boleh wallahu a’lam. lihat fatwanya disini : http://ar.islamway.net/fatwa/31075

Kesimpulan :

[1] Disyari’atkan mengqadha shalat sunnah qabliyah subuh yang terluput, adapun pelaksanaannya ada khilaf dikalangan para ulama, dan yang kuat didalam masalah ini adalah pendapat yang mengambil jalan tengah yaitu afdhal untuk melakukannya setelah terbit matahari akan tetapi boleh melakukannya langsung setelah shalat subuh jikalau dikhawatirkan lupa atau diduga akan tersibukan dengan urusan lain.

[2] Bolehnya mengqadha amalan-amalan sunnah seperti shalat qabliyah subuh ini adalah bagi mereka yang sudah terbiasa mendawamkannya. Inilah yang dipraktekan Nabi shalallahu alaihi wasallam sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu anha.

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا عَمِلَ عَمَلًا أَثْبَتَهُ، وَكَانَ إِذَا نَامَ مِنَ اللَّيْلِ، أَوْ مَرِضَ، صَلَّى مِنَ النَّهَارِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً

“Adalah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam apabila mengerjakan suatau amalan beliau menetapkannya (mendawamkannya, tidak meninggalkannya) dan seandainya beliau tertidur diwaktu malam atau karena sakit (sehingga tidak melakukan shalat malam) beliau mengqadhanya disiang hari 12 rakaat” (HR Muslim : 746).
Wallahu a’lam.

ABU GHOZIE AS-SUNDAWIE